An Abundance of Upaya Buat Lupa Kamu

Libur Tahun Baru Hijriyah 1 Muharram kemaren, aku habiskan dengan selonjoran di kamar. Langit yang berwarna kelabu tertutup kabut asap dan kondisi dompet yang berasap (gak ada isinya maksudnya), ngebuat aku pengen di rumah aja, melototin film The Book Thief yang tayang di Fox Movies. Film yang ngingatin aku sama Zai.

Lebih tepatnya, ngingatin aku sama momen aku bilang film itu jelek, sementara dia ngolokin selera filmku yang jelek.

"Filmnya bagus gitu, walaupun gak begitu seru. Si anak itu, harus kehilangan orangtua. Karena rezim kekuasaan Hitler. Tau Hitler gak? Yah, sebelas dua belas lah sama Mamamu kejamnya." Katanya waktu itu, tanpa ngerasa berdosa sama sekali.

Pas lagi menikmati adegan si Liesel, anak kecil pemeran utama film itu dan temannya yang bernama Rudy lagi lari-larian, hapeku goyang getar. Telpon masuk dari nomor yang gak dikenal.

"Halo?" 

"Selamat ulang tahun, mesum. Maaf telat. Maaf juga gak kasih apa-apa." 

"AAAAAAAAAAAAKKKKKKKKK!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"

Sontak aku ngejerit sekencang-kencangnya. SUARA ITU!  Suara yang biasanya selalu nelpon aku, melawan sinyal, dari yang rutin sehari sekali, lalu jadi dua hari sekali, seminggu sekali, dan akhirnya jadi gak nelpon aku sampe dua bulan ini. 

"Gak usah lebay gitu. Ini aku ganti nomor baru. Nomorku rusak gak bisa nelpon. Sinyalnya juga kampret, padahal aku udah ke bukit."

"Aku senang nah aku senang, boleh kah aku teriak lagi? AAAAAAAAAAKKKKKK!!!"

Aku gak peduli dia bilangin aku lebay atau apa, atau perabot rumah tangga di rumahku pada hancur, yang jelas aku senang! Air asin dari mataku juga ikutan keluar, menemani teriakkanku yang keluar dari mulutku. Aku pikir dia sakit Chlamydia karena asik main kuda-kudaan bebas disana, aku pikir dia mau nyerah sama LDR ini dan milih buat menghilang aja, aku pikir....

"Dasar gak jelas. Eh ciyeee, ada party apa di rumahmu pas ulang tahun?"

"Party, party! Gak ada. Untung ada Dita yang nyulik aku malam-malam. Daripada aku nungguin ucapan selamat dari orang yang selalu ngira ulang tahunku tanggal 17..."

"Aku tengah malam ke bukit, Seng. Gak ada sinyal. Besoknya, tanggal berapa tuh, tanggal 8 ya, aku kesana lagi. Gak ada juga sinyalnya. Yasudah. Aku bisa nelponnya sekarang. Lagi di Sangkulirang nih."

Aku menyimak kata demi kata yang diucapin sama Zai itu, sambil ngelirik ke arah TV. Adanya film The Book Thief sambil telponan sama Zai bikin aku ngerasa itu kebetulan yang indah. HAHAHAHAHA! Aku memang makhluk Tuhan yang drama queen, suka ngait-ngaitin satu hal dengan hal lain.

Seterusnya kami ngobrolin banyak hal, walaupun agak terganggu dengan suara yang terputus-putus dan ributnya suasana dermaga. Dia cerita kalau ternyata dia gak bisa ambil cuti pas bulan Desember. Bisanya pas bulan Januari. Aku cuma bisa senyum ngedengar itu, nahan sedih. Aku gak mau sedih-sedihan di telponan kami yang jarang-jarang ini. Aku tau, pasti dia ikut nahan sedih di balik olokannya ke aku dan tawa renyahnya. Rencananya buat tahun baruan di Samarinda gagal. Gagal ginjal.

"Seng, jemputannya udah datang. Udahan ya. Selamat tua ya, semoga yang di depan jadi gede. Aamiin." 

"Sialan! Iya, hati-hati ya. Moga ferry-nya gak tenggelam."

Telpon pun terputus. Aku menaruh pelan hapeku, ngebelai-belai layarnya, lompat turun dari ranjang, dan............... sujud syukur.

TERIMA KASIH YA ALLAH, HAMBAMU INI BISA DENGAR SUARA HAMBAMU YANG SATU ITU LAGI!

Rasanya kayak dinina boboin sama Adam Levine sambil baring di pangkuannya Josh Hutcherson dan dibelai-belai sama Eminem. Aku menghabiskan waktu seharian itu dengan senyam senyum kijil sambil melukin boneka. Akibat dari telponan yang sebenarnya sebentar, gak sampe dua jam.

Dan karena sebentar itu, aku jadi gak sempat cerita banyak hal lain ke dia. Aku ceritanya di postingan ini aja ya. 

Aku jatuh cinta sama novel John Green. Mungkin aku pecintanya yang telat, karena cinta sama karyanya begitu karyanya itu difilmkan. Kalau ada yang tanya, "Novelnya yang The Fault In Our Stars ya, Cha?" aku bakal ngegelengin kepala dengan mantap. Aku belum pernah baca novel itu, pas nonton filmnya aku juga gak terlalu suka. Sejauh ini aku suka novel Om John yang judulnya, tentu aja, Paper Towns, dan An Abundance of Katherines. Untuk judul yang terakhir, aku cinta mati.

Hi. My name is Aisha

Ceritanya mau sok-sok kayak Cara, mulut ketutup rambut. Tapi gak punya rambut.
Eh, rambutnya lagi dikudungin maksudnya

An Abundance of Katherines memang gak (atau belum?) difilmkan, tapi aku tetap ngerasa telat buat jadi fansnya Om John. Tapi gak telat datang bulan kok, apalagi telat datang bulan gara-gara beliau.

Novel ini nyeritain tentang anak jenius (atau anak ajaib, seperti yang disebutkan dalam novel itu) bernama Colin Singleton, yang kehidupan percintaanya tidak secemerlang otaknya. Dia selalu menjadi orang yang dicampakkan. Dicampakkan oleh sembilan belas cewek berbeda dengan nama yang sama, Katherine. Untuk mengobati sakit hatinya, dia ngelakuin perjalanan panjang bareng sahabatnya yang bernama Hassan, sampe akhirnya mereka tiba di Gutshot, sebuah kota kecil di Tennessee. Selama hidup di Gutshot, Colin merancang teori matematika buatannya sendiri, teori yang diyakininya bisa memprediksi hubungan asmara apapun agar dia terbebas dari 'status' sebagai Tercampak sejati. Colin juga belajar lebih mengenal orang lain, memahami persahabatannya dengan Hassan yang sangat indah, dan ngerasain jatuh cinta bukan karena obsesi gilanya akan nama Katherine lagi.

Waktu mengkhatamkan novel ini sebulan yang lalu, aku bohong kalau aku bilang gak terobsesi sama novel ini. Novel ini kelewat bagus. Diputusin sembilan belas cewek berbeda dengan nama yang sama, yang bener aja?!

Banyak hal-hal keren. Persamaan matematika, pengetahuan Om John yang luas, gaya nulisnya yang (ternyata) lucu dan mesum, tokoh-tokoh dalam novelnya yang unik, persahabatan antara Colin yang Yahudi dan Hassan yang beragama Islam, yang anehnya, erat. Sebenarnya aku enek kalau udah ketemu persamaan matematika beserta grafiknya, tapi karena ceritanya keren, muntahan karena enek itu aku telan.

Yang gila matematika, pasti demen sama ini novel. Gatau deh kalau yang gila duit, demen juga apa enggak.

Baca novel ini bikin aku jadi punya penyakit hati, yaitu iri. Aku iri sama jeniusnya Colin. Aku iri sama Hassan yang walaupun suka bercanda mesum dan ngatain Colin, tapi taat beribadah. Aku iri sama mereka berdua, walaupun beda agama dan kepribadian mereka berbanding terbalik, tapi mereka saling ngejaga dan saling menyayangi, dengan cara yang bebungulan. Aku iri sama Lindsey yang selalu ceria walaupun lagi sedih. Aku iri sama Om John, beliau bisa bikin novel sekeren ini.

Baca novel ini bikin jiwa mengait-ngaitkan-satu-hal-dengan-satu-hal-lainku kambuh. Aku mengait-ngaitkan, atau lebih tepatnya (dan gebleknya) nyama-nyamain Colin sama diriku sendiri.

Aku tau kalau aku sama Colin itu beda banget. Colin cowok, berambut jew-fro (aku ngebayangin Justice Smith yang cocok meranin Colin kalau novel itu difilmkan, bukan Giring Nidji). Colin cerdas. Colin suka main anagram, beda sama cowok-cowok jaman sekarang yang suka main Instagram. Colin cinta sama matematika, dan benci pelajaran bahasa. Colin potret anak culun tapi ganteng dengan rambut jew-fro, kulitnya yang putih, dan kacamata tebalnya, beda sama potret anak culun di FTV Indonesia yang rata-rata berambut lepek dengan gaya rambut belah tengah. Colin punya mantan bernama Katherine sebanyak 19 orang.

Aku cewek, cewek tulen. Berambut lurus. Aku gak cerdas. Aku baru tau apa itu namanya anagram, dan baru bisa ngebentuk anagram sendiri, dari kata Icha jadi Haci, bunyi kalau lagi bersin. Aku benci matematika. Aku potret anak, eh tante muda dengan lima keponakan. Aku gak punya mantan sampe 19 orang, apalagi punya mantan yang namanya Katherine, karena aku masih suka cowok.

Tapi aku ngerasa kalau kami punya persamaan. 

Kami sama-sama takut akan masa depan. Kalau dia ingin memprediksi masa depan hubungannya dengan persamaan matematika yang dibuatnya, sedangkan aku ingin memprediksi masa depan hubunganku dengan angan-anganku, seandainya alat pendeteksi jodoh itu ada.

Kami juga sama-sama menjijikkan, kalau lagi patah hati.

Colin sampai muntah keesokan harinya begitu malamnya dia diputusin sama Katherine XIX. Colin selalu mengutuk dirinya, menganggap dirinya yang cerdas itu gak berarti apa-apa di mata Katherine-Katherine-nya. Colin susah move-on dengan selalu memikirkan semua Katherine itu, terutama Katherine yang terakhir, sambil berbisik "Aku mencintaimu" ke diri sendiri.

Tingkah menjijikkanku.... banyak. Tapi yang baru-baru ini, lebih tepatnya dua bulan terakhir ini, aku lebay dalam mengupayakan diriku supaya gak sedih, karena Zai gak ada kabarnya. Karena Zai gak ada nelpon. 

Demi menghindarkan diriku dari mel-think tentang dia, aku coba buat nyibukkan diri. Dengan cara yang bisa dibilang, menjijikkan.

Adanya novel An Abundance of Katherines dan Paper Towns adalah salah satu upayaku buat lupa sama Zai. Tiap malam sebelum tidur, aku bertatapan dan ngegrepe-grepe salah satu dari dua novel itu. Kami, aku dan novel, larut dalam kemesraan kami, yang berbalut hening dan dinginnya malam. Tapi begitu baca beberapa halaman, aku malah semakin ingat Zai. Berharap lupa, malah tambah ingat. Apalagi pas baca ini, 

"Dan setidaknya dalam benak Colin ada pengulangan yang lebih dalam: setiap kali, Katherine-Katherine mencampakkannya karena mereka tidak menyukainya. Mereka semua tiba pada kesimpulan yang sama tentang dirinya. Colin tidak cukup keren atau cukup tampan atau sepintar yang mereka harapkan--pendek kata, Colin tidak cukup berarti. Maka itu terjadi padanya lagi dan lagi, sampai membosankan. 

Tapi monoton bukan berarti tidak menyakitkan. Di abad pertama Masehi, otoritas Romawi menghukum St. Apollonia dengan meremukkan gigi satu demi satu menggunakan tang. Colin sering memikirkan hubungan kejadian itu dengan kemonotonan dicampakan: kita punya 32 gigi. Setelah beberapa lama, setiap gigi yang dihancurkan barangkali bakal jadi monoton, bahkan membosankan. Tapi akan terus terasa menyakitkan. 

Putus berkali-kali itu membosankan, tapi terasa menyakitkan. Aku gak mau ngerasain itu sama Asshole. Gak mau, Bang!

Batinku waktu itu. Sambil menggigit bibirku kuat-kuat, menggelengkan kepalaku kuat-kuat. Sok dramatis. 

Karena baca novel malah bikin baper (dan udah aku tamatin juga itu novel, kecuali Paper Towns), aku memilih buat dengerin lagu. Akhirnya dapat lagu-lagu yang bikin eargasme. Lagu-lagu anti galau. 

Lagi asik-asiknya nyanyiin lagu How Deep Is Your Love-nya Calvin Harris feat Disniples, eh, Disciples, sambil ngelakuin gerakan maju mundurin pundak,

"How deep is your love? Is it like the ocean? What devotion? Are, hiks huaaaaaaaaa, you?"

HUAAAAAAAA. INI LAGU KAMPRET BANGET DAH, KIRAIN NYENENGIN, TERNYATA LIRIKNYA....... 

Lagu Barat emang suka gitu ah, suka nipu. 

Bungulnya, aku langsung nangis. Jadinya hidung yang bergerak maju mundur. Kembang-kempis karena nahan ingus yang nafsu berlelehan.

Upaya ketiga, aku lari ke agenda nonton acara Stand Up Comedy Academy tiap malamnya. Jadi lupa sih, lupaaaaa banget. Yang aku ingat cuma ketawa, ketawa, ketawa, dan Raditya Dika. Nangis itu apa? Sorry, aku gak kenal yang namanya nangis. Apalagi nangis mikirin keadaan orang. 

Tapi pas lagi commercial break dan pandanganku beralih dari TV ke dinding kamar, pikiranku dibawa ngayal lagi buat ngekhawatirin Zai.

HUAAAA CEPATIN DONG IKLANNYAAA!!!! AKU GAK MAU GALAU!!!!!!! MANA RADITYA DIKAKU, MANAAAAAA????????????

Upaya ketiga pun gak berhasil sepenuhnya. Aku memilih tidur. Bukan karena emang gak berhasil, tapi karena acaranya udah habis.

Besok malamnya, waktu mau tidur, aku gak bisa terlelap. Mau chat sama Dita, tapi aku yakin itu anak pasti udah tidur. Atau sibuk bercumbu dengan tugas kuliahnya. 

Aku mutusin buat tetap ambil hape yang tergeletak di sampingku. Aku nelpon Zai. Tapi lagi-lagi Mbak Veronica yang ngejawab. Dengan bodohnya, aku ngejawab yang dibilang sama Mbak Veronica.

"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi."

"Halo? Seng? Kamu lagi ngapain? Oh... lagi boker sambil mikirin aku. Ih Seng, kamu kok jahat, mikirin aku sambil boker?"

"Iya gapapa. Dipikirin kamu aja udah syukur."

"Kamu nanya aku udah makan? Aku udah tadi. Makan kamunya aja belum. Kamu udah kah?"

"Aku lagi bete nah. Jadi tuh bla bla bla bla bla."

Malam itu, aku ngayal aku lagi telponan sama anak itu. Aku bukan sekedar ngayal, aku ngelakuinnya. Ngelakuin seolah-olah itu bener-bener terjadi. Sampe akhirnya aku tertidur lelap. Sampe aku gak cemas lagi. Bodoh, gak dikasih kabar selama dua bulan aja bisa jadi gila begitu.

Tapi aku gak peduli, yang penting aku lupa sama kecemasanku ke dia. Aku jadi ngerasa dia baik-baik aja, dan dia gak bakal pergi menghilang dari aku.

Tiap malam, aku ngelakoni adegan itu, dengan berbisik-bisik karena takut kedengaran Mama dan Nanda. Kalau adegan itu dilakuin buat syuting sinetron striping, mungkin aku udah kayak Jessica Mila, kaya rayanya. Kalau mukanya mah, gak bakal. Gak bakal cantik kayak Jessica Mila. HIKS.

Upaya berikutnya... untungnya Zai keburu nelpon aku. Aku udah gak tau lagi upaya menjijikkan apa lagi yang aku lakuin buat gak mel-think.

Intinya, aku berani buat berharap lagi, karena telpon dari Zai itu. Jujur, dari kemaren-kemaren takut buat berharap yang baik-baik buat hubunganku sama Zai. Aku selalu mikirin kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa terjadi, supaya saat kemungkinan-kemungkinan itu jadi kenyataan, aku gak terlalu sedih. Aku sudah siap. 

Colin pun, di akhir novel, mulai berani untuk berharap lagi. Anak secerdas Colin pun gak bisa, gak berhak memprediksi masa depan hubungannya. Colin cuma manusia biasa. Tugasnya adalah menjalani hidup semampunya. Colin gak perlu takut bakal dicampakkan lagi. Colin gak perlu tau akhir hidupnya bakal kayak gimana, karena bagaimanapun akhir hidupnya, pasti itu yang terbaik.

Begitupun juga aku.

You Might Also Like

32 komentar

  1. (((SEMOGA YANG DI DEPAN JADI GEDE))))

    TOLONG KATAKAN INI APA MAKSUDNYA *UPPPSS caploks jebol

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku juga gak tau maksudnya apa, Mbak. Ampun Mbak Nit, ampunnnnnnnnn :(

      Hapus
    2. Mungkin aja halaman rumahnya. Ada di depan, kan? :|

      Hapus
    3. Huahahahahaha. Mungkin sih, Yog. Kalau gede kan bisa dijadiin lahan parkir. Lumayan buat nambah-nambah penghasilan :D

      Hapus
  2. Giling seleranya icha buku bagus semua deh yak, aku terus terang belum engeh sama smua yokohnyg kamu sebutkan di ats, tp kayaknya ceritanya seru ya, intinya persahabayannya kah apa teori menampik status tercampakan dari si tokoh utama

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak juga, Mbak. Soalnya aku gak punya novelnya Tere Liye. Belum pernah baca juga. Berarti seleraku gak bagus kayak orang-orang :(

      Intinya sih jangan kapok buat jatuh cinta lagi walaupun udah sering dicampakkan, Mbak Nit. Tapi aku suka yang tentang persahabatan mereka. Lucu :D

      Hapus
  3. Keren mbak tulisannya. =D

    Oh iya, baru kali pertama nih Blogwalking kesini, hehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang komen lebih keren karena bilang keren. Haha.

      Hehe. Terima kasih.

      Hapus
  4. Apaan tuh yang di depan jadi gede? Kaya Yamaha aja "semakin gede"
    Dasar mesum, Onee-Chan Sukebe hahaha :D

    Yang sabar yah Cha malem tahun baru'a harus Selonjoran lagi di Kamar :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo Yamaha mah "Semakin terdepan" deh kalau gak salah, Chisanak -__-

      HAHAHAHAHA. Itu nama baru buat aku kah? Bagus.

      Sialan. Kukutuk kamu biar selonjoran juga pas malam tahun baru. Selonjoran depan Indomaret. EHHHH. Enggak, selonjoran di kamar juga dah.

      Hapus
    2. Semakin di depan kali Cha :p

      Iya Cha itu nama barunya bagus banget
      *untung gak tau artinya apaan :D

      Amit-amit deh, Gak deh gak mungkin malem tahun baru cuma selonjoran di kamar
      masa anak malam tahun baru diem di kamar :p

      Hapus
    3. Oh iya haha. Maklum udah tua.

      Emang apaan artinya? Onee-Chan itu kalau gak salah artinya kakak perempuan ya?

      Ciyeeee anak kekinian, malam tahun barunya ngunyah kembang api sama petasan :p

      Hapus
    4. Nah kakak perempuannya udah bener tuh tinggal kata Sukebe'a yang belum tahu hahaha :D

      Ciee anak LDR, malam tahun barunya selonjoran di kamar sambil nagis :p
      Gtau cowo'a lagi asik malem tahun baruan sama cewe lain ahahahha *Kaburrrrr :D

      Hapus
    5. Itu apa sih artinya, Chisanak? Jangan bikin orang jadi arwah penasaran dong.

      Sok tau. HUUUUUUU! Eh iya sih, nangis. Gara-gara gak dibeliin kembang api sama Mama.

      Sialan Chisanak ih. Kepikiran langsung :(

      Hapus
    6. Sukebe = Omes (Otak Mesum) hahaha :D
      Onee-Chan Sukebe = Kakak Mesum :v

      Kasian, Cup cup cup ini aku kasih permen satu, kembalian dari warung :D

      Huahaha, hati-hati aja Cha udah banyak kok yang kejadian
      Sodara aku aja yang sekarang kerja di Jepang, disana pacaran sama cewe Jepang
      padahal dia lago LDR sama pacar'a yang di Indo

      Hapus
  5. Waaa ditelfon Zai juga nih Cha. Acieee :D Semoga yang di depan jadi gede? Jidatnya? Hidungnya? Atau apa nih Cha?
    '' Dinina boboin sama Adam Levine sambil baring di pangkuannya Josh Hutcherson dan dibelai-belai sama Eminem ''. Apa-apaan ini Cha? Tiga cowok sekaligus. Ganteng-ganteng lagi. Aku iriiiiii. HUWAAAA

    Diputusin sembilan cewek yg semuanya sama sama bernama Katherine? Kok bisa samaan gitu yak Cha namanya. Keren.
    Hahahahaaa astaga Ichaaa... sampai ngomong sendiri di telefon. Nanya sendiri-jawab sendiri.
    Jalani aja Cha. Mel-think sih wajar. Tapi jangan larut :))
    Aku juga gitu. Apapun kenyataannya sekarang, aku udah siap nerimanya. Yang penting jalani aja apa yg terjadi skrg.

    Itu kenapa nama tokoh novelnya Colin sih Cha? Aku kadang terbaca Coli. NAH LOH~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Lan. AKHIRNYAAAAA :)))))

      Hmm....... Lututnya deh kayaknya. Bukan dada. Bukan.

      Padahal gak ada Zayn Malik loh, ini anak kerang lover tetap aja ngiri~

      Iya makanya, gila kan dia. Untung aja itu cuma di novel. Aku juga mau punya mantan sembilan orang namanya Adam semuaaaaaaaa :*

      Iya, alay banget kan~ kamu jangan alay dramatis kayak gitu ya, Lan. Udah gila ntar tambah gila. Ntar dikatain sama Kakak tiap malam. HUAHAHAHA.

      Bener banget. Syukuri apa yang ada hidup adalah anugerah ~ kita wanita strong. Hidup wanita strong! Hidup tekad punya alis tebal strong! Hidup!

      Ciyeeeeeeeee. WULAN SUKA COLI. WOOIIIII, WULAN SUKA COLI WOIIIII!!!! *teriak pake toa masjid*

      Hapus
    2. Aciyee seneng ya :D :))

      Dada deh kayaknya Cha.
      Ta-tapi aku kan iri kalo kamu dikelilingi cowok ganteng. Aku juga mauuuuuuu huwaaa

      Hahaaa alay dramatis level tinggi itu Cha. :D
      Iya Cha. Hidup wanita strong. YEAY! Hidup wanita strong dengan tekad punya alis tebal!

      HAHAHAHAAAA IYA SUKA COLI CHA. EMM MAKSUD AKU ITU MINUMAN COCA COLI. AKU SUKA ITU.

      Hapus
    3. Ciyeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee Wulan, pinter bener kalau disuruh nebak yang gituan. Huahahahahaha.

      Sebenaenya dikelilingi para paklek mie ayam juga seneng kok aku, Lan. Trus kamu iri juga kayaknya :p Hahaha.

      Alismu udah bener. Udah tebal. Lah aku :|

      Typomu parah bener, Lan. :D

      Hapus
  6. John Green siapa? Gue malah nggak tahu. Taunya John Pantau. Hehehe.

    Hm... kekhawatiran akan masa depan, ya? Mirip-mirip juga sama gue sekarang ini. Jadi susah tidur juga. Apalagi udah mau setahun nganggur. Terus temen-temen juga mulai banyak yang terlihat sukses. Seperti beban gitu. Entah masa depan gue jadi gimana. Tapi akhirnya mulai sadar. Masa sekarang dulu dinikmati. Kalo ngelihat masa depan terus, gue malah jadi ketakutan menjalani hidup. Halah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. John Pantau? Jangan-jangan kamu ngefans sama dia ya, Yog? Aku juga sih, orangnya autis autis gemesin gitu soalnya.

      Masa depan kamu perasaan udah mulai keliatan jelas deh, Yog. Bakal jadi sarjana ekonomi yang berprofesi jadi penulis novel semi. Eh, jadi penulis novel komedi maksudnya. Aamiin. Huahahahaha. Eh emang sarjana ekonomi kan?

      Ciyeee, sekarang mikirnya jadi bijak. :p

      Hapus
  7. Yang didepan semakin gede -_- tolong banget mbak mesum -_- :p wkwkw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan aku yang mesum, tapi yang ngedoain moga gede itu yang mesum. Huhuhuhu. *ngeles*

      Hapus
  8. pengen banget beli karnya karnyanya pak john ini, tapi entah kenapa malah tertarik beli buku lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin belum jodoh sama Pak John. Coba lain kali :))))

      Hapus
    2. iya mungkin, padahal uadh aku masukin whistlis loh, tapi tetap aja lupa kalau mau beli,,,, semoga bisa beli

      Hapus
    3. Iya mudahan. Beli yang Looking For Alaska aja kalau mau, ntar aku pinjam. Hahaha.

      Hapus
  9. (mesumm) panggilan yang unik. ya wajar sih, besar kok. apanya??

    gak kenal novelnya.. apalagi pengarangnya John sapa gitu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wajar dipanggil mesum? Wajar? WAJAR? WAJAR?! HUAAAAAAA!!!!

      Sini aku kenalin sama Om John-nya, Tom :D

      Hapus
  10. Wah. Kayanya seru, ya, bukunya.

    Setuju sama Yoga. Masa sekarang dulu nikmatin. Karena hari esok adalah hadiah dari hari sekarang. Lakukan yang terbaik aj dah buat hari sekarang.

    BalasHapus
  11. Wah. Kayanya seru, ya, bukunya.

    Setuju sama Yoga. Masa sekarang dulu nikmatin. Karena hari esok adalah hadiah dari hari sekarang. Lakukan yang terbaik aj dah buat hari sekarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Dar. Bukunya seru. Penulisnya juga.

      Ciee, tumben komennya bijak. Itu komen gak dibajak kan?

      Hapus