Kalau ada ajang Orang Paling Sering Minta Maaf Nggak Penting Awards 2015, kayaknya Icha yang berhasil membawa pulang piala dari ajang itu.
Icha, saudara alter ego saya, sering minta maaf untuk hal yang sebenarnya nggak perlu. Padahal saya sudah sering mengingatkan,
"Muka tembok saja, seperti biasa."
Tapi dia masih saja suka merasa bersalah dan nggak enakan. Sedangkan ada hal-hal lain yang harus dia pikirin atau minta maafin. Sudah pasti sebagai manusia yang tidak sempurna, ada orang-orang yang sakit hati karena dia tapi dia nggak sadar.
Maka dari itu, waktu saya baca postingan Icha kemarin, saya pengen menyemburkan tawa di hadapannya. Sok-sok an sekali dia membawa kata excelsior untuk dijadikan resolusi. Entah bakal tercapai apa nggak. Yang jelas saya tau, dia masih merasa kesulitan untuk menghilangkan kimochi-nya yang suka berlebihan.
Ya. Kimochi.
Kata Icha, kimochi itu nggak selalu berarti mesum. Kalau dilihat dari terjemahan lagu Wherever You Are-nya ONE OK ROCK, kimochi itu artinya perasaan. Dilihat dari liriknya yang,
Yang kalau nggak salah artinya,
"Apapun yang kau katakan, perasaan itu aku rasa untukmu"
Jadi, ketika dia curhat ke saya soal itu, dia suka menyebut punya perasaan bersalah berlebihan dengan kimochi yang berlebihan.
Please, kasih tau Icha kalau misalnya arti kimochi itu bukan perasaan, ya.
Dan dari sekian kasus kimochi berlebihannya Icha, saya tulis beberapa disini.
1. Minta maaf berlebihan sama Nina
Nina adalah teman akrab Icha dari SMP. Bersama Shela, Wilda, dan Lelly, Icha dan Nina berjanji buat masuk ke sekolah yang sama. Sayangnya, hanya Icha dan Nina yang lulus tes. Jadilah Icha dan Nina tambah akrab dan makin lengket. Walaupun mereka akhirnya beda kelas.
Sampai akhirnya mereka ngalamin insiden nasi kuning.
Waktu itu di tengah pelajaran, Icha kirim SMS ke Nina, yang isinya tentang minta tolong belikan nasi kuning yang dijual sama teman sekelas Nina. Sahabat Icha itupun menyanggupi.
Begitu jam istirahat. Icha menyambangi kelas Nina, lalu mergokin Nina sedang asik menggerayangi laptop bersama temannya. Dipanggil-dipanggil sama Icha juga nggak denger. Icha pun kembali ke kelasnya.
Untungnya sebelum dia mati kelaparan, Ariesta, wirausahawati muda penjual nasi kuning itu, mangkal di kelas Icha. Tanpa pikir panjang lagi, dia langsung membeli nasi kuning.
Nggak lama kemudian, Nina dengan riangnya datang ke kelas Icha sambil membawa nasi kuning pesanan Icha, lalu kaget ngeliat Icha lagi lahap-lahapnya makan. Nina langsung balik badan kembali ke kelasnya. Nggak lama bel pertanda masuk kelas berbunyi.
Dan disitulah Icha mulai dramatis. Nina tau sebentar lagi bakal masuk kelas, makanya dia memilih pergi. Tapi Icha nganggapnya Nina marah. Dia merasa bersalah sama Nina, tapi di sisi lain juga merasa Nina yang salah. Siapa suruh dipanggil nggak denger, batin Icha waktu itu.
Besoknya, dia bingung harus gimana sama Nina. Maka dengan dramatisnya, dia datangin Nina yang lagi ngobrol sama teman-temannya, melukin Nina. Sambil nangis sesenggukan. Sambil ngomong maaf berkali-kali.
Mungkin waktu itu Nina udah maafin, atau bahkan nganggap insiden nasi kuning itu bukan masalah. Tapi begitu ngeliat Icha yang lebay gitu, dia malah nggak maafin.
Nina dengan sok jual mahalnya mau ngelepasin diri dari pelukan Icha, sambil nahan ketawa. Ngerjain Icha gitu. Ujung-ujungnya. mereka musuhan sampai tiga bulan.
Untung cuma tiga bulan sih. Dan untung itu musuhan, bukan telat datang bulan.
Nina dengan sok jual mahalnya mau ngelepasin diri dari pelukan Icha, sambil nahan ketawa. Ngerjain Icha gitu. Ujung-ujungnya. mereka musuhan sampai tiga bulan.
Untung cuma tiga bulan sih. Dan untung itu musuhan, bukan telat datang bulan.
Tiap ketemu Nina dan nyeritain soal itu. Icha dengan bodohnya tertawa sendiri. Nina biasanya cuma geleng-geleng kepala, sebagai ekspresi memaklumi temannya yang hobi paranoid nggak jelas itu.
2. Maksud hati mau ngambek, malah minta maaf
Kalau hubungan lebih dari sekedar teman itu diibaratkan datang bulan, Icha dan Zai itu dua 'benda' yang berbeda, yang dipakai untuk menjalani 'datang bulan' itu.
Icha itu bagaikan pembalut, dan Zai adalah tampon. Fungsinya sama, tau sendiri kan? Tapi bentuk serta cara kerjanya beda.
Singkatnya, tampon itu jauh lebih simple dan makenya nggak ribet (katanya sih, belum pernah nyoba), daripada pembalut.
Dan ya, Zai jauh lebih simple dan nggak mau ambil pusing daripada Icha.
Sebelum LDR, mereka memang jarang komunikasian. Kalaupun SMS-an atau chat, paling biasanya soal Zai ngasih tau udah di depan rumah. Zai berpikir kalau udah lumayan sering ketemu, untuk apa sering komunikasian lagi. Beda dengan Icha yang pengen mereka komunikasian setiap hari. Benar-benar pasangan yang tidak kompak.
Pas LDR, komunikasian tetap jarang. Pas lagi komunikasian, Icha minta dikirimin voice note, minta dikirim foto Zai lagi ngapain, minta video call-an. Manja dan alay sekali. Minta dikirim doa gitu kek, Cha.
Zai selalu menolak halus permintaan Icha dengan alasan lagi ngumpul sama teman kerja, lagi ngerjain laporan, lagi nonton bareng. Berbulan-bulan kayak gitu.
Mungkin karena Icha enek, di suatu malam dia minta lagi dan nggak dikasih, dia ngambek. Chat dari Zai cuma di-read. Sampai akhirnya karena dia kesel Zai nggak ngeh kalau dia lagi ngambek, dia langsung marah-marah nggak jelas. Kirim chat bertubi-tubi.
Malam besoknya, Icha berharap Zai bakal chat minta maaf bertubi-tubi. Tapi harapannya itu pupus. Nggak ada chat dari Zai.
Icha langsung curhat sama temen blognya, Wulan. Sesi curhat itu berlangsung sampai dini hari.
"Setau aku kamu kuat deh, Cha. Nggak kayak gini." Hanya itu chat dari Wulan yang sempat saya baca, dari hapenya Icha.
Hasil sesi curhatan itu, Icha nggak boleh ngambek sama Zai. Mau nggak mau dia harus ngertiin yang lagi kerja disana. Memang sudah sifat makhluk cuek itu begitu, males buat romantis-romantisan. Dan Icha memang sudah tau hal itu. Lagian, Zai sudah nyempetin buat ngehubungin di saat lagi sibuk atau capek-capeknya, seharusnya Icha udah senang.
Besoknya lagi, Icha kembali chat Zai bertubi-tubi. Minta maaf karena udah ngambek. Nggak ada tanggapan. dia tetap aja chat, tapi nggak minta maaf lagi. Nggak lama Zai ngebalas chat seolah nggak terjadi apa-apa.
"Kamu masih marah kah?" Dengan bodohnya dia kembali ngebahas soal itu.
"Enggak. Biasa aja. Aku aja nggak ngerti kamu marah kenapa. HAHAHAHAHA."
Icha langsung teriak-teriak menyumpah sambil ngakak. Saya cuma bisa terkekeh, membayangkan Zai yang udah ngakak duluan sebelumnya, gara-gara baca chat minta maaf dari Icha. Dasar Icha aneh.
Aneh. Padahal awalnya dia mau ngambek, tapi malah kepikiran, ngerasa bersalah, minta maaf. Dan ternyata itu bukan jadi masalah buat orang yang diminta maafin.
Aneh, karena membuat masalah dan menyelesaikan masalah itu sendiri. Aneh, mereka berdua berbeda pikiran tapi mau-maunya menyatu.
Aneh, Wulan bukannya melarikan diri dari curhatan Icha, malah ngebantuin dan kasih saran. Buat Wulan, kuat-kuatin iman ya jadi temannya Icha.
3. Minta maaf karena Yoga kurang tidur.
Beberapa hari yang lalu, Yoga, teman blognya Icha, curhat kalau belakangan ini kurang tidur. Cuma sekitar 4 jam aja.
Ngebaca chat itu, muka Icha yang udah jelek tambah jelek. Dia mengerutkan keningnya, memasang tampang cemas, menatap saya, sambil berkata,
"Kasihan Yoga. Dia sampe kurang tidur gara-gara ngurusin cerpen project WIDY, Zhem."
Icha merasa bersalah atas kurang tidurnya Yoga. Dia pun menyuruh Yoga buat banyak istirahat dan makan. Perasaannya benar-benar nggak enak waktu itu.
"Nanti kalau Yoga jadi sakit, gimana?"
"Siapa yang membimbing kami buat ngelarin project ini?"
"Siapa yang bakal nge-bully Darma dan mesum di grup?"
Tanya Icha waktu itu ke saya.
Tapi ternyata Yoga kurang tidur karena banyak project menulis lainnya. Juga karena balasin komentar serta blogwalking balik. Bukan cuma karena ngurusin cerpen WIDY aja.
HAHAHAHAHA. Dasar Icha, kimochinya sungguh berlebihan.
Btw, cerpen WIDY bagian pertama sudah ada di blognya Wulan, di postingan berjudul Sepotong Hati di Segelas Milkshake Coklat. Selamat membaca. Semoga suka seperti saya ya! :))
Btw, cerpen WIDY bagian pertama sudah ada di blognya Wulan, di postingan berjudul Sepotong Hati di Segelas Milkshake Coklat. Selamat membaca. Semoga suka seperti saya ya! :))
4. Kepikiran gara-gara voice note.
Kimochi berlebihannya Icha ternyata masih nggak kapok-kapoknya berlanjut di grup WIDY.
Kemarin, Icha chat di grup sama Wulan. Karena dia merasa tangannya pegel habis berkutat dengan pekerjaan awal tahun, tapi tetap pengen chat, akhirnya mereka berdua saling berkirim voice note. Nggak ada bedanya dengan chat biasa, Icha dan Wulan juga suka ngomong ngalor ngidul saat saling berbalas voice note waktu itu.
Obrolan itu makin berlanjut ke bagian,
"Lan, coba ngomong Bahibak Darma."
"Bahibak itu apa, Cha?" Balas Wulan.
Dengan polosnya, Wulan mengikuti instruksi dari Icha. Yang ngasih instruksi puas banget waktu itu. Makin semangat buat nyie-nyiein Wulan dan Darma.
Btw, bahibak itu bahasa Libanon yang artinya aku cinta kamu.
Tapi voice note langsung read aja. Berhubung Yoga waktu itu tidur dan Darma lagi nugas, dia pikir pasti Wulan yang read voice note-nya yang terakhir itu.
"Wulan kamu kemanaaaaaaa? Kamu marah kah? Maaf yaaa aku becanda ajaaaa."
Voice note Icha yang itu juga sama, nggak ada balasan.
Icha jadi panik. Dia langsung telpon Wulan. Nggak ada jawaban. Lantas dia mutusin buat telpon Darma via Line. Darma pake ngancam segala bakal ikut marah kalau Wulan sampe marah. Tambah panik.
Dan ternyata yang read itu bukan Wulan. Wulan nggak marah. Hapenya lowbat. Wulan ngerasa lucu sama Icha yang berpikir kalau dia marah.
Seperti biasa, Icha cuma ketawa ngakak sambil cengengesan. Menertawakan kebodohannya sendiri.
Sementara itu, di grup WIDY malah bertebaran voice note dari Darma dan Yoga. Darma ngomongin kuntilanak. Yoga niruin voice note Icha dan Wulan.
Konyol sekali. Lagi-lagi saya dibuat ketawa heran karena ulah anak itu. Heran, sudah 2016 masih aja punya pikiran kejauhan kayak gitu.
Makanya, saya jadi meragukan apakah resolusi Icha soal sifatnya itu bisa tercapai di 2016 ini. Mungkin soal terbuka lagi sama orang, bisa. Tapi soal bisa nggak ngerasa bersalah berlebihan, kayaknya... entahlah. Sedih saya.
Tapi kalau seandainya resolusi Icha yang itu nggak bisa tercapai, ada bagusnya juga. Seenggaknya lebih baik dia merasa bersalah dan langsung mengungkapkannya seperti di atas, daripada diam aja memendam rasa bersalah nggak jelas itu. Seenggaknya itu upaya kecil dari dia buat mengerti perasaan orang lain.
TAPI TETAP AJA SIH. KELIHATAN KONYOL, CHAAA.
Oh iya, ada yang pernah ngalamin gitu?
Syukurlah kalau nggak ada. Beliin Icha tissue magic, gih. Bukan buat 'barangnya', tapi buat mentalnya. Supaya mentalnya nggak letoy. Supaya mentalnya jadi keras, tegak, kaku, dan perkasa.
-Alzhema-