Kata Nanda, Kakaknya Punya Kenangan Manis

"Kenapa aku gak nangis ya malam kemaren? Nangis sih, tapi cuma menganak di pelupuk mata, gak netes behimat kayak bulan Januari kemaren."

Tawa kecil terdengar dari seberang telpon sana, sebagai jawabannya. Tawa kecil yang masih terdengar di telingaku sampe sekarang, walaupun telponanku sama Zai itu udah terjadi sebulan yang lalu.

Minggu malam, tanggal 26 Juli, Zai yang baru tiba di Sangkulirang nelpon aku. Dengan suaranya yang melemah karena kecapekan, dia cerita kalau dua jam lagi jemputannya dari mess bakal datang. Waktu itu, jarum jam menunjukkan pukul sembilan malam. Sebagai pacar yang sok baik, aku berusaha buat nahan kantuk yang sebenarnya daritadi mendera, karena efek obat demam yang baru aku minum. Aku pengen nemenin dia sampe dia dijemput. 

"Eh, kalau disuruh milih liat kamu naked sama tidur, aku lebih milih tidur taulah." katanya dengan suara yang makin melemah, diakhiri dengan aksi menguap lebar. Aku dengarnya jelas kesal, ini orang ngantuk atau lagi mabuk sih? Bisanya ngomong ngawur kayak gitu. 

Kami telponan sampe jam sebelas malam. Aku yang dari duduk sampe baring dan dia yang dari berdiri sampe duduk selonjoran di depan warung orang yang sudah tutup, dengan mata yang terkantuk-kantuk. 

Dua jam telponan sama dia, sama halnya dengan dua minggu kepulangannya ke Samarinda. Rasanya kayak kedipan mata yang gak sampe sedetik. Singkat banget. Ketemu cuma beberapa kali, padahal aku udah berencana bakal tiap hari ketemu dia selama dia di Samarinda. Kami gak ada jalan, cuma menghabiskan waktu di rumahku dan di rumah sakit karena maag akut sialan itu. Dia ke Beras Basah Bontang bareng teman-temannya, padahal aku berencana walaupun dalam hati, dia kesana sama aku. Rencanaku semua berantakan. Kesal banget. Sia....... siamang! 

Tapi anehnya di malam itu, malam terakhir sebelum dia kembali ke hutan sawit, aku gak begitu ngerasa sedih banget kayak waktu di bulan Januari. Waktu di bulan Januari, pas pertama kali kami LDR, aku menghabiskan malamku dengan nangisin dia. Nangis di depannya, nangis di kamar, nangis depan tembok kamar mandi. Besoknya, nangis di kantor. Sampe ngerasa punya original soundtrack atas LDR-nya kami, yaitu lagu Beautiful Goodbye-nya Maroon 5, yang kalau didengerin bikin pengen nyari buraq buat datangin dia. 

Tapi kali ini, aku sedih sih, tapi gak berkepanjangan. Aku melepas kepergian keduanya ini dengan senyum. Senyum Pepsodent.

Aku kenapa? Apa karena lagi sakit makanya aku gak sempat buat nyedihin dia? Apa karena aku sudah terbiasa LDR?

"Karena kau punya kenangan manis sama dia sebelum dia pergi, Ndes. Kau sekarang sudah percaya dia, jadi kau gak nangis alay takut kehilangan dia lagi.”

Kata-kata sok tau dari Nanda waktu aku curhat sama dia, ngingatkan aku sama kejadian waktu di rumah sakit. Waktu dia ngejagain aku, walaupun cuma semalam. Gapapa sih, daripada cinta satu malam.

Malam itu, akhirnya aku ngerasain yang kayak Rina rasain selama dia dirawat di rumah sakit. Rina, pasien di sebelahku yang umurnya beda setahun sama aku, tapi penyakit kami sama. Maag akut. Aku yang udah gak muntah-muntah lagi habis makan tapi demam selalu tinggi, sedangkan Rina setiap makan pasti muntah. Ibaratnya, dia baru memasuki tahap awal maag akut. Dia selalu ditemani sama Ibunya dan seorang cowok yang kayaknya setahun-dua tahun lebih tua dari dia, yang aku tau dari Mamaku ternyata cowok itu adalah tunangannya. 

Si cowok itu, entah namanya siapa, sooooo romantic. Kampret. Si cowok ngejagain setiap hari, nyuapin, ngebelai-belai kepalanya Rina, ngantarin pas pipis, ngehapus air matanya Rina, sampe nyium kening tunangannya itu kalau lagi tidur. Pokoknya so fuckin’ sweet lah. 

Aku mikir, boro-boro Zai kayak gitu, jengukin aku aja enggak. 

Tapi untungnya sebelum aku nelan selang infusan karena stress gak dijenguk-jenguk, akhirnya Zai ngejenguk juga. Malam itu, ya balik lagi ke kata-kata malam itu, Rabu malam. Dia datang bukan dengan wajah cemas seperti cowok-cowok di film bertema pacarku-bakal-mati-karena-kanker, tapi dengan senyum mengejek.

“Akhirnya masuk rumah sakit juga.”

“Munyak! Eh, mukaku pucat kah?”

“Gak, sama aja.” katanya, cuek.

Rasanya mau marah, tapi gak jadi marah karena dia bilang sama Mamaku kalau malam itu dia aja yang jaga. Entah kemauannya sendiri, karena bbm dari Kak Dayah yang isinya bertanya,

“Kamu yang jagain Icha kah malam ini?” atau karena muka melasku yang minta dia di rumah sakit aja, yang jelas aku senang banget waktu itu.

Sekitar jam tujuh malam, jam besuk sudah habis. Pasien hanya diperbolehkan dijaga sama satu orang. Zai pun langsung keluar sebelum diusir sama petugas yang biasa bawa-bawa lonceng pertanda jam besuk sudah berakhir dan akan dibuka lagi jam setengah sembilan. Pengen rasanya biar aja Mama yang keluar sekalian pulang, biar aja Zai gak usah kemana-mana. Tapi karena takut dikutuk gak sembuh-sembuh sama orangtua sendiri, aku pun ngebiarin Zai bangkit dari duduknya.

“Kamu nanti balik lagi ya, jam setengah sembilan. Awas kalau enggak balik lagi!”

Zai hanya mengacungkan jari tengahnya. Spontan tindakannya itu mengundang kakiku buat nendang dia, tapi gak nyampe sasaran. Lalu dia pergi.

Rentang waktu antara jam tujuh ke jam setengah sembilan, rasanya sangat panjang. Aku menebak-nebak dia lagi ngapain dan dimana selama itu. Mungkin dia lagi di kosannya Albert. Mungkin dia lagi ngumpul-ngumpul sama teman-temannya yang sebagian aku gak kenal itu. Mungkin dia bakal lupa waktu dan……

Jam delapan, perawat datang membuyarkan lamunanku dan mendaratkan suntik antibiotik di lengan kiriku. Sialan, rasanya kayak luka dikasih garam. Aku sampe nangis karena gak tahan sama sakitnya. Setelah disuntik, kerasa nyeri. Dan telingaku ikut ngerasa nyeri juga, karena ngedengar Rina yang nangis tanjal minta gak usah disuntik.

“Dia takut habis dengar Mbaknya nangis. Kalau Mbaknya gak nangis dia gak nangis juga.” kata Ibunya Rina ke perawat yang lagi megang suntikan, dengan raut muka menahan ketawa. Aku dan Mamaku saling berpandangan, habis itu senyum-senyum. Ternyata ada yang lebih cemen daripada aku. Alhamdulillah ya, gak boleh sombongggggg. *logat bicara ala Syahrini*

Beberapa kali bujukan akhirnya bisa meluluhkan hati Rina buat mau disuntik. Dan sesuai dugaan, dia nangis waktu jarum suntik itu masuk ke dalam kulitnya. Rasanya wajar sih nangis, perawatnya juga sebelumnya bilang rasanya agak sakit. Mending waktu disuntik obat pas di RSUD Abdul Wahab Sjahranie kemaren deh.

Jam setengah sembilan lewat, Zai datang dan langsung duduk di sampingku. Ternyata dia gak kemana-mana, tapi dia nunggu di lantai bawah (ruanganku di lantai 3). Gak lama, Mamaku pulang waktu aku lagi tidur.

Pas aku bangun, aku ngeliatin dia dengan tatapan kesal. Dia yang lagi asik gerayangin hapenya.

Ini orang benar-benar gak care. Ceweknya sakit tuh coba dielus-elus kepalanya kek, dipijitin kek kakinya, ditanyain mau makan mau minum kek apa. Minimal, diajakin ngobrol. Ini malah pacaran sama hape!

Jarum jam menunjukkan pukul setengah dua belas lewat. Aku nyuruh Zai buat tidur. Dia ngegelengin kepala. Aku pun cuek dan mejamin mataku, berusaha buat tidur lagi.

Beberapa menit kemudian, satu belaian mampir ke kepalaku. Lagi. Lagi. Lagi. Lagi. Lagi.

Itu anak kayaknya pas aku tidur aja baru mau sweet sama aku. 

Tangan itu pun berhenti, berganti dengan kepala yang tiba-tiba menimpa lengan kiriku. Ada suara kursi berderit. Aku ngebuka mata dan ngeliat dia tertidur di sampingku. Gak lama, dia ikut ngebuka matanya. Dia ngeluhin kakinya yang kesemutan karena tidur dalam posisi duduk. Aku nyuruh dia buat tidur di bawah, tapi dia gak mau. 

"Masih mau sama kamu." katanya datar. 

OH GOD, ambil bibirku sekarang! Biar aku gak senyum-senyum kijil terus!!!!!!

Sekitar jam dua, perutku kerasa sakit. Rasa kayak ditonjok itu kumat lagi di saat aku dan orang yang lagi jagain aku pengen tidur. Aku merintih di balik selimut yang nutupin mukaku. Dia langsung terbangun dari tidur dengan posisi duduknya dan kelabakan.

“Biasanya Mamamu ngapain kalau kamu begini?”

“Gatau, sakit pokoknya. Huaaaaaaaa!!!”

“Kamu mau makan? Makan kue, ya?”

Tangannya yang dari kepalaku berpindah ke pintu lemari di samping ranjangku. Dia ngambil satu kotak brownies yang dia bawa tadi. Membuka isinya dan menyuapkannya ke aku dengan sendok. Minumnya, karena waktu itu aku gak bisa bangun dan gak ada sedotan, jadi minumnya pake tutup botol. Rasanya kayak orang cacat. Orang cacat yang dicintai apa adanya sama pasangannya. Eaaak.

Setelah makan dan minum, sakit di perutnya berkurang. Aku ngeliat mata sipitnya yang semakin menyipit karena mengantuk. Kami tatap-tatapan cukup lama. Entah apa yang dia pikirin pas tatap-tatapan hening tanpa maksud itu, yang jelas di pikiranku ada rasa bersalah karena dia ngejagain aku jadi susah tidur kayak gitu.

Jam 3, dia akhirnya mutusin buat tidur di bawah, seperti yang aku suruh-suruh daritadi. Dia biarkan tangannya menggantung ke atas, menggengam tangan kananku, lalu beberapa menit kemudian, tangan itu jatoh, pertanda pemiliknya sudah terlelap. Aku pun tertidur lelap habis itu, dengan senyum kijil yang kembali mengembang. Aku gak nyesal diopname. 

HUAHAHAHAHA. Oke, kalimat sebelum tawa membahana itu rada alay. 

Walaupun beda jauh sama apa yang dilakuin tunangannya Rina, tapi aku ngerasa Zai sudah perhatian di malam itu. Perhatian dengan caranya sendiri. Cara yang menurut orang lain, orang yang lagi baca postingan ini, itu sangat biasa gak ada istimewanya, bahkan aneh. 

Tapi entahlah, cara dia ngejagain aku malam itu yang bikin aku senyum di malam kami terakhir ketemu. Bikin aku gak nangis tanjal lagi. Bikin aku ngerasa, aku sakit kemaren itu ada hikmahnya. Aku bisa ngeliat dia ada di sisiku, sayang sama aku bukan di saat senang-senang aja, tapi juga di saat aku sedih, aku sakit. Aku bisa tau, walaupun dia cuek, dia sayang sama aku.

Setiap aku ingat kejadian itu, entahlah, aku gak takut sama LDR lagi. Lagian, kenapa takut sama LDR? LDR gak kayak hantu tanpa kepala di film Sleepy Hollow kok. LDR cuma sebuah nama hubungan. Hoek. songong banget. 

Ah Nanda, sialan, kamu benar.

You Might Also Like

15 komentar

  1. yang cuek giles aja cha..hegheg

    cie tampilan baru, serba putih ni...yang jelas blognya keliatan lapang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak. Mau aku giles pake sepeda roda tiga :D
      Hahahahaha. Templatenya wujud dari pusing dan pengen langsung jadi, Mbak. Maklum, gak ngerti soal template :(

      Hapus
  2. AAAAAAA ICHA APA-APAAN INI. BIKIN IRI
    HUHUUU

    Sweet banget tau. Sambil tidur pegangan tangan, terus tangannya lepas karena udah ketiduran. Haduh, jadi kangen abang Zayn :(
    Gimana sih rasanya di suntik Cha? Sakit ya? Kok Rina sampe segitunya.
    Seingat aku, aku terakhir kali disuntik pas SD. Imunisasi dr sekolah gitu.

    Aku juga cha. Dulu pas awal LDR, rasanya pengen nangis pas liat dia pamitan. Kalo sekarang, gimana ya. Udah kebal aja rasanya. Udah tau gimana pahit manisnya LDR. Enggak ada yang diragukan lagi. :)

    Longlast Icha :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi masih sweet tunangannya Rina, Lan. Ibaratnya si tunangannya Rina itu gula merah, kalau Zai itu gula pasir. HUHUHUHUHUHU.

      Datangin Zayn-nya, terus langsung lamar. Denger-denger dia udah putus sama Perrie Edwards. Huahahaha selamat ya, Lan :D

      Pas mau dipasang infus sih gak sakit. Tapi pas disuntik antibiotik lumayan kampret sih. Untung sakitnya bentar aja, tapi jadi susah tidur. Jangan sakit ya, Lan. Suntiknya nanti pas mau nikah aja, suntik kesehatan kah apa gitu namanya.

      Mau gak mau harus berhati baja, biar stok air mata gak habis ya :(

      Makasih. Kamu juga yaaaaaaa! :*

      Hapus
  3. hmm, baca ini jadi senyum senyum sendiri :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan kelamaan ya nanti dikira..... Eh gapapa deh :D

      Hapus
  4. Waduh, template yang sekarang ini fokus ke tulisan banget ya, Cha. Bener-bener lebar tanpa side bar. :D

    Orang jatuh cinta itu emang bakalan norak, kok. :))
    Wuahaha, seenggaknya Zai jadi dirinya sendiri. Hidup kan realistis, Cha. Nggak kayak di FTV yang cowoknya so sweet banget. Di kehidupan ini mah jarang. Atau kagak ada. Mana ada cowok ganteng orang kaya terus jatuh cinta sama baby sitter kampungan, atau supir angkot. Lagian supir angkot bisa cakep gitu. Kan kampret. XD

    Eh, sorry-sorry. Kok gue malah keluar topik dan bahas FTV. :(

    Ciyeee punya kenangan manis. Ciptakan lagi kenangan-kenangan manisnya, dan jangan lupa tulis di blog ini. Hohoho.

    BalasHapus
    Balasan
    1. HUAHAHAHAAHAHA. Ngebosenin, ya? Habis aku bingung, Yog. Keburu mabuk HTML. Di sela-sela lagi ngerjain laporan juga. *alasan*
      Sumpaaaaaaaaaaaaaaaaaaah, aku paling males sebenarnya ngatur-ngatur template, karena gak ngerti sih. Pengennya yang langsung jadi. Lah, ini kok malah curhat.......

      Iya sih, aku suka dia jadi dirinya sendiri daripada ikut-ikutan orang. Dan kayaknya sih kamu juga bakal kayak gitu gak sih kalau pacarmu sakit? Soalnya kamu kayak ngebelain Zai gitu, Yog. Haha.

      Ketahuan banget tiap hari makanannya FTV. Makannya jom........... eh.

      Oke. Mudahan gak ada yang diabetes kalau aku posting kenangan manis lagi ya, Yog.

      Hapus
  5. membaca artikelnya sangat menarik mbak karena alur ceritanya yang pas banget.. perlu belajar nulis disini nich...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perasaan alurnya kesana kemari gak beraturan. Tapi makasih pujiannya ya, Mbak! :)

      Hapus
  6. Pada awal ngejalanin LDR-an pasti semua ngerasa berat, tapi kalo udah terbiasa, ya nggak terlalu berat lagi toh. Tapi di situlah seninya LDR, saling ngangenin.

    Tanjal sama Kijil apaan ya, kok baru denger Cha...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seninya susah ya, Mas Hen. Butuh keahlian khusus kayaknya :(

      Hehehe. Tanjal itu bahasa Banjar, Mas Hen. Artinya nangis meraung-meraung gitu, dramatis gitu deh nangisnya. Kalau kijil itu artinya centil.

      Hapus
  7. kalau aku pilih naked... Astaghfirullah ya Allah maaf kecelplosan..

    totwiit banget ya, sok cuek perhatian gitu..

    tampilan baru, gak ada side bar. udah gitu putih, enak dibaca. (y)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh, kamu pilih NEKAD. Wah, hebat. berarti kamu orangnya pemberani ya, Tom.

      Totwiit -___- jadi ingat Adam adeknya Wulan yang suka ngomong totwiit sambil nyolek bokong kakaknya. Eh, itu towet ya.

      Alhamdulillah kalau enak. Mudahan yang empunya blog juga enak. Enak dipandang. Eh.

      Hapus