Muka Horror dan Airmata Itu

Beberapa hari ini Reni jadi malas banget ke kelas sebelah datangin Dea, Dina, Chintya, dan Eka kayak biasanya.  Terutama Reni, dia jadi suka ngehindar gitu kalau ada bubuhannya. Aku dan Reni ngerasa mereka berubah. Aku malas ngejelasin apa saja perubahan mereka, atau minimal ngejelasin kenapa kami nganggap mereka berubah sikap ke kami. Aku tentunya, dan Reni juga, gak mau dibilang membenarkan diri sendiri, dengan mengungkit-ngungkit kesalahan mereka. Tapi ya berhubung para pembaca blog ku di luar sana (entah siapa yang mau baca blogku ini) belum tau duduk permasalahannya, sini ta' jelasin.

Kami ngerasa mereka kayak berkelompok sendiri, mentang-mentang mereka sekelas dan kami gak sekelas sama mereka. Makan pas jam istirahat udah gak pernah lagi, ngerjakan tugas udah gak pernah lagi, ke tempat ini itu udah gak pernah lagi, dan sederet udah-gak-pernah-lagi lainnya.

Ada pas hari apa gitu, aku sakit hati banget.Biasanya kan aku pulang sama Dea. Kadang sama Chintya dan Dina juga sih, kalau Dina gak pulang sama adeknya yang  namanya Titik.  Pas hari itu Dea udah pulang duluan,  katanya dia mau cucian. Dina sama Chintya yang tertinggal. Trus mereka udah jalan duluan, aku teriak-teriak minta tungguin. Aku sampe narik Reni, padahal Reni belum pake sepatu. Walhasil langkah kami terseok-seok. Mana mereka cepat banget lagi jalannya. Aku udah teriak nyaring-nyaring, masa mereka gak denger?? Pulang sendiri mungkin lebih baik. Sampe di rumah aku ngurung di kamar. Besoknya, aku nyuekkin Dina. Padahal pas aku ngurung di kamar itu dia ada sms aku minta maaf gitu. Lidahku waktu itu udah terlanjur  kelu buat negur dia.

Oke, itu dulu.

Tapi hal-hal yang dulu itu cukup mengganggu di masa sekarang. Reni sampe enek mau ke kelas sebelah, bukan enek sih, dia ga mau sedih sakit lagi jar. Dea, Dina, Chintya pun nanyain kenapa Reni mendadak jadi pendiam gitu ke aku.

Saatnya jujur, saatnya jujur !!!!!

"Din, aku boleh jujur gak? Aku mau ngomong."

"Iya Cha, ngomong aja. Kenapa?"

"Ehmm.. gak usah deh Din."

"Isss apa nah Icha?? Ngomong aja errrrrr"

Semuanya, semuanya ku ungkapkan ke Dina. Ya, baru Dina aja. Sama Dea aku harus hati-hati kalau mau jujur soal ini. Palingan nanti dia bakal tau dari Dina, atau dari Chintya mungkin.

"Kalau kamu punya keluhan tentang kami,bilang aja Din. Jangan pake kata nanti aja ya yg kayak kamu biasanya."

"Apa ya? Emmm.. oh iya gini, ini dari keluhan bubuhannya sih...."

Kami. Salah. Paham.
Keluhan Dina dkk gak beda jauh dengan keluhanku dan Reni. Kami bertujuh jadi kayak saling nuding, saling nyalahkan. Gak kayak anak-anak cewek lain yang kebanyakan bermasalahnya seputar rebutan cowok, atau saing-saingan selera fashion, kami malah mempermasalahkan beda kelas, serta berkurangnya waktu yang dilewatin sama-sama. Maka, gak ada yang salah dalam masalah ini. Gak ada yang benar juga.

Aku pun jujur sekali lagi ke Dina tentang prasangka burukku ke Dea (ada di postingan sebelumnya). Dina cuma diam. Sampai sekarang aku gak ngerti itu prasangka buruk atau apa. Habis Dina nya diam aja sih, kayak ngiyakan prasangka itu eh. Kalau itu gak benar kan dia pasti nyangkal, minimal ngomong "Enggak Chaaaa" gitu kah.

Dea, Dina, Chintya pengen banget ngomong sama Reni. Ngeri juga lamalama disuguhi muka horrornya kalau mereka lagi bertandang ke kelas XI AP 2. Jam istirahat pertama, mereka langsung duduk melingkari Reni. Reni salah tingkah. Dina pertamanya nanya baik-baik, Chintya juga. Reni cuma diam. Aku melongo. Dea duduk di belakang. Dan voilaaaaaa... Reni nyemburin air mata. Sontak aku dan jamaah yang lain terkejut disitu. Yang aku tau, Reni anaknya anti banget nangis di sekolah (gak kayak aku, hiks). Aku tau kalau Reni gak sanggup ngomong, bingung dia mau ngomong apa. Tapi aku diam aja, biarkan Dina dan yang lainnya nebak sendiri. Mungkin karena ikut bingung atau beneran emosi, Dina langsung marah disitu. Dia pergi, diikuti Chintya, Dea, dan Eka (baru nyadar ada Eka, eeehh).

Rasanya ikutan kesal ngeliat Reni diam gitu aja. Padahal itu kesempatan buat ngomong jujur ke mereka. Lagian aku udah buat perjanjian ke mereka, jangan marah atau semacamnya kalau udah dengar keluhan kami.    Kami akan kayak gitu juga saat mereka ngutarakan keluhan mereka mengenai mereka.

Gak, aku gak kesal kok. Wajar Reni nangis gitu. Dia belum siap ngomong apapun.Mungkin dalam hatinya dia kesal juga. Mau ngomong tapi ga bisa diutarakan. Gitu ya, Ren?
Kayaknya dia ngerasa terpukul banget. Aku cuma bisa dengerin apa yang tadi mau dikatakan Reni ke mereka tapi gak jadi sembari ngibur dia sedikit-dikit.

Pas pulangan,Reni ngomong sama Dina. Entah apa yang  mereka omongkan, tapi yang jelas, setelah itu,  ada kelegaan yang bisa kutemukan dari dia sekarang. Walaupun kadarnya sedikit.

Aku, Dina, Dea, Chintya, dan Eka harap, muka horror dan airmata itu untuk yang terakhir kalinya di hari ini.

Semangka Ren.

You Might Also Like

0 komentar