M
ATEMATIKA atau MATIMATIKA(H) ?
asih tetap tekun menatap lembaran soal ulangan harian, masih tetap mencoba memadati kertas coretan lecek dengan penuh angka dan garis garis tak menentu, masih tetap memutar otak menggigit bibir, masih tetap mencoba melirik kiri kanan bergerilya mencari secercah pertolongan, masih tetap merapalkan doa makan (hah?). Masih tetap saja lembar jawaban ini bolong bolong. Bego. Bego. Oh begoooo….

Hari Sabtu ini, aku kena remidi ulangan matematika. Seperti biasa. Padahal minggu kemarin pas ulangan, aku dapat nilai 85 loh. Nah sekarang malah remidi. Mungkin waktu itu dapat nilai 85 itu, Tuhan khilaf memberiku nilai. Astagpirullah Chaa, Tuhan itu Maha Benar, mana mungkin khilaf (baru  ingat kalau nilai agama islam serta akhlak saya mengenaskan, astagpirullah ampuni hamba ya allah)

Sebenarnya aku udah ga kaget lagi sih kalau aku langganan remidi matematika. Ku akui, aku memang ga tertarik dengan pelajaran hitung menghitung itu. Menurutku matematika itu penting sih, tapi kenapa aku ngerasa aku bukan orang penting yang terjun  ke dalam dunia matematika (apa jah?). Dari SMP sih nilai matematikaku memang hobi nyungsep ke deretan angka merah. Nilai matematika di UAN aja 4, 95. Bandingkan dengan bahasa inggris di UAN 8,00. Nah, kalau bahasa inggris tuh lain lagi. Dari SD aku memang excited sama pelajaran bahasa inggris. Bahasa inggris tuh fleksibel, seru, ga ribet, ga musti menghapal rumus tepuntal tepelilit kayak matematika gitu tuh. Bahasa inggris tuh bikin penasaran, seru. Ada kepuasan tersendiri kalau udah bisa speaking dengan aksen british. Lah kalau matematika? Memecahkan soal dengan rumus yang seabrek?  Cenat cenut kepalaku.

Apa yang terjadi denganALJABAR? Bagaimana kelanjutan kisah cinta MATRIKS dan GEOMETRI selanjutnya? Akankah KALKULUS dapat kembali ke pangkuan orangtuanya? Dimana BANGUN DATAR itu berada sekarang? Kapan LOGARITMA dapat bersekolah kembali?
Memang sama sekali ga nyambung, tapi pertanyaan pertanyaan itu sering menggema di saat Bu Yayuk menjelaskan pelajaran. Bukannya berusaha untuk tahu jawaban dari soal matematika dengan memakai rumus, eeh malah bertanya ngelantur. Lebih mirip sinopsis sinetron daripada materi pelajaran matematika :D

Ada rasa iri sih sama orang orang yang pintar matematika. Contohnya kayak Nina dan Dea, sahabatku. Mereka dengan simplenya menuntaskan soal matematika. Aku ngerasa begooo banget. Kata Nina, aku ni anaknya sebenarnya pinter, tapi bukan di bidang matematika. Aku juga sebeneranya bisa kok pintar matematika, Cuma ya sering sering aja latihan ngerjakan soal, jangan ngelamun terus pas Bu Yayuk menjelaskan. Aku hanya manggut-manggut pas Nina berpetuah. Yaa Nin, andaikan Tuhan mengizinkanku supaya pintar matematika, udah dari dulu kalii aku jadi Master of Math. Tapi sayangnya Tuhan Yang Maha Kuasa tidak mengizinkanku. Bagaimana Nin? Aku harus berbuat apa? (yee bilang aja kalau males belajar matematika)

Kalau dipikir pikir, jika kemalasan dan kebutaanku terhadap rumus rumus matematika ini dibiarkan berlarut-larut, aku nya juga yang rugi. Remidi mulu, menjadi orang-orang keterbelakangan otak (ingat, bukan keterbelakangan mental) rumus, dan yang paling parahnya lagi, aku bisa-bisa ga lulus sekolah gara-gara nilai matematika terpeleset (terjerembab lebih tepatnya)

OH TIDAAAKKK!! Aku harus bertindak, aku  tak boleh diam saja. Reputasiku bisa turun gara-gara pelajaran mematikan tersebut !!

Apa aku harus membaca tumpukan buku kiat-kiat mengerjakan cepat soal matematika? Boro boro ngebacanya, ngebayanginnya aja udah ga ada birahi. Setiap berpapasan dengan buku buku matematika yang tengah tergeletak tak berdaya di depanku, aku berusaha untuk membukanya lalu menyerapnya. Tapi bagiku, isi dari buku matematika itu ga ku mengerti. Rumus rumus itu seolah menjelma menjadi huruf sansekerta. Sulit dibaca. Dan guru  yang menjelaskan kepadaku, seperti orangyang sedang membaca rangkaian istigfhar. Bikin nangis tiap dengernya.
Atau.. apakah aku harus mengunyah kertas kertas catatan matematika itu, berharap semoga kandungan zat protein kerbohidrat vitamin rumusnya dapat memberi nutrisi pada otak lemotku ? Oh, kurasa itu terlalu ekstrim untuk dilakukan anak dibawah umur sepertiku.

Belajar. Belajar Matematika. Belajar Matematika setiap hari.  Satusatunya cara untuk bisa memahami pelajaran ini. Belajar mencintai matematika secara tulus. Dan mempertahankan rasa cinta itu selamanya J
*sekian dan terimakasih

You Might Also Like

0 komentar