Bu Neni Marah... Hapaaahh?? Aarrggghhh!!!

Ketika Bu Neni marah
Wajah mulai memerah
Soal ulangan pun bertambah
Air hujan begitu deras tercurah
Petir menyambar ke segala arah

Kami pun semakin gerah
Karena nilai kami akan parah
Padahal tidak sepenuhnya kami yang bersalah
Kami hanya bisa pasrah

Sepenggal puisi di atas kami (aku dan Reni-red) tulis untuk mengenang kejadian tadi siang, yang menimpa kelas XI AP 2.

Langsung aja ya..
Jadi ceritanya gini, siang tadi ulangan kearsipan dilaksanakan. Soal-nya ada 10, di-diktekan oleh (siapa lagi kalau bukan) Bu Neni. Seperti biasa, kami menyontek dengan leluasa. Bu Neni memang gak pernah menegur kalau kami nyontek pas ulangan. Kami buka buku kah, diskusi jawaban kah, nerpe kah, ngintip jawaban punya teman kah, fine-fine aja. Selama itu gak begitu menimbulkan keributan, Bu Neni gak menyadari gerak-gerik licik kami dalam mendapatkan nilai bagus. Aku, karena terseret oleh keadaan, jadi ikut-ikutan nyontek-nerpe-diskusisoal-ngintipjawabanteman juga. Ini keadaan yang memaksaku lohhh, bukan kemauanku sendiri #ngeles. Aku melakukan ini semata-mata menghindari remidial. Kalau nilainya di atas rata-rata, alhamdulillah yaaa. Lagian, Ibu nya nyuruh jawabannya harus sama-sama persis dengan di buku, kalau gak persis ga dapat nilai. Meskipun sebenarnya intinya sama aja, tetap aja nilainya seret. Emangnya otak kami ni mesin foto copy kah ya, bisa menggandakan dokumen.

Mungkin sebenarnya Bu Neni tau kalau kita kayak gitu, tapi beliau membiarkan kami gitu aja. Diam. Entah karena malas buat marah-marah, atau bisa juga karena itu buat jebakan aja, jadi Bu Neni bisa menaik-turunkan nilai kami sesuka hati tanpa kami sadari.

Tapi, siang tadi, Bu Neni sudah tidak tahan lagi untuk berakting seperti biasanya.

Anak-anak pada ribut. Suara buku dibuka secara tergesa-gesa nan kasar terdengar jelas. Ditambah dengan posisi duduk yang gak wajar. Aku menghadap belakang, tepat banget ngadap ke Reni. Yang lain pada berbagi jawaban lewat bbm, diskusi, kerja sama. Itu kan dilarang keras di ulangan. Tapi kami lakukan dengan antengnya. Mumpung Bu Neni gak nyadar. Fu fu fu fu #ketawalicik

Aku mewakili barisan sebelah kiri, dapat soal B. Sedangkan Ariesta dan bubuhan barisan sebelah kanannya mendapat soal A. Otomatis, sebangku gak bisa nyontek. Tapi.... bisa saling membantu. Ketika Bu Neni membacakan soal A, aku dan Reni mencari-cari jawabannya di buku catatan. Kalau sudah giliran soal B dibacakan,Ariesta dan Kartini yang nyari-nyari jawabannya.
Janggal, soal A pada susah semua. Ga ada di buku catatan. Sudah dua soal yang kayak gitu. Soal B sih jawabannya semuanya ada di buku catatan, jadi kami santai-santai aja. Terlihat raut bingung dari bubuhan soal A.

"Bu.. ini belum dijelaskan Bu..."
suara Nuri memecah keheningan.

"Loh.. kan sudah Ibu jelaskan waktu itu.. kalian aja yang gak nyatat.."

Sekali lagi aku dan Reni mengecek buku catatan. Nihil.

"Ibu, ga ada Bu.."

"Iya Bu, kenapa soal-soal A susah-susah semua, Buuuuuu"
Ikhsan ikut bersuara.

Anak-anak soal A rame merutuki keadaan (merutuki Bu Neni lebih tepatnya). Hujan turun dengan derasnya, semakin menambah riuh suasana. Beneran deras, sampe-sampe suara Bu Neni mendiktekan soal jadi tenggelam, berganti dengan suara protes plus suara hujan plus suara petir. Semarak.

" Yasudah, ganti soal. Jadi essai!!!!"


"Yaaahh Ibu...  enakkan pilihan ganda, Bu.."

"Ayok essai soalnya pokoknya.. Katanya soal pilihan ganda itu susah.. Essaai!!!!!!"

"Ibu tanggung Bu, udah nomor 9 ini, tinggal satu soal lagi.."

"Ibu jangan Bu.. lanjutkan aja..."

"Essai pokoknya. Ayok soal nomor 1, sebutkan bla bla bla bla..."

Glek. Mati kutu. 
Muka Bu Neni, asli jutek abis. Campur nahan air mata. Gak biasanya loh!
Kami pun tanpa ba-bi-bu-be-bo lagi langsung menulis soal-soal yang didiktekan beliau. Suara Bu Neni meninggi. Mungkin supaya kedengaran di tengah hujan deras siang itu, mungkin untuk menunjukkan kalau beliau benar-benar marah . Petir menyambar sana sini. Suara Bu Neni makin nyaring, bikin agak takut eh. LOE. GUE. END

Mana soal-soalnya susah lagi. Kalau murni dari hasil mikir sih susah, tapi kalau nyontek dari catatan ya gampang banget. Dan jawabannya itu loh, panjang-panjang! Waktu kepepet abis, sekitar 15 menit. Bu Neni sangkal, kami galau~~

Kami pun mengumpulkan soal ulangan itu. Tetap, hasil dari ngeliat catatan. Beberapa kali kami kena tegur, tapi tetap aja kami buka tuh catatan. Biarlah, kali ini nilai kami dijadikan mainan.

Meski tanpa gertakan, tanpa omelan panjang, tanpa amarah besar, Bu Neni sudah menunjukkan kalau beliau benar-benar marah sama kami. Ya wajar aja sih marah, wong sebenarnya materi itu udah pernah dijelasin sama Ibu-nya, cuma ya ga ada disuruh nyatat. Naluri sendiri aja kalau mau nyatat materi itu. Seandainya aja salah satu dari kami itu (aku ga mau menyebutkannya-red) gak protes, pasti kami ga bakal dapat soal essai yang panjang-panjang itu. Pasti, Bu Neni gak akan sengambek itu.

Ah, entah harus minta maaf atau cuma diam. Aku (lebih baik) ga tau.


Sekian.

You Might Also Like

0 komentar