We Need to Talk About Eva

Tausiyah kontroversial macam di-surga-ada-pesta-seks yang menghebohkan warganet beberapa waktu lalu, ngingatin aku sama film animasi cabul berjudul Sausage Party. Tausiyah itu lalu ‘disusul’ ustad dari markas yang sama kayak ustad sebelumnya, yang bilang kalau pakai pembalut sama sepatu hak tinggi itu adalah penyebab sulit hamil. Sulit punya anak. Hal itu ngingatin aku sama film-film bertema anak ‘nakal’ kayak The Omen, Case 39, dan We Need to Talk About Kevin. 

Film-film yang bikin aku phobia punya anak. Mau ena-enanya aja. Hehehe. 

Ih tapi serius. Film-film di atas bikin mikir kalau terlalu takut punya keturunan kayak anak-anak di tiga film bedebah itu, rasanya lebih masuk akal dijadikan alasan susah hamil. Daripada karena pakai pembalut atau sepatu hak tinggi. Terutama takut punya anak kayak di film We Need to Talk About Kevin. Film keluaran tahun 2011 yang diadaptasi dari novel berjudul sama. Film yang bikin aku keseeeeeeel banget sama Ezra Miller sekaligus jatuh cinta sama dia karena aktingnya yang BRUUUUH!

Cita-citaku buat punya anak cowok (karena aku enek sama keponakanku lima biji cewek semua huhu) nyaris kandas gara-gara ngeliat Kevin. Amit-amit jabang bayi punya anak kelakuannya begitu walaupun YA ALLAH DIA KOK GANTENG SIH IH GEMAY. Tapi tetap sih, aku jadi takut punya anak cowok senakal Kevin. Takut hidupku berubah jadi buruk ketika udah jadi Ibu.

Bukan Kevin Julio, Kevin Aprilio, ataupun Kevin Anggara..

Film thriller ini punya tokoh utama bernama Eva (Tilda Swinton). Di awal, kita ditunjukin ekspresi bahagia Eva saat ikut festival tomat (yang lebih mirip festival mandi darah). Terus maju ke masa sekarang di mana Eva hidup dengan haters di sekelilingnya. Rumahnya dilempari cat merah, telur belanjaannya dipecahin, ditampar sama ibu-ibu di jalan. Kalau ibu-ibu itu adalah Revina VT si nyonya kecubung, mungkin dia nggak nampar kalau kesel sama Eva. Cukup nyinyirin Eva aja di video terus di-upload ke Instagram. 

Eva ini lagi berusaha buat survive dan move on dari masa lalu yang buruk, akibat satu kejadian besar yang bakal kita ketahui di akhir film. Kejadian yang bikin Eva jadi punya haters tapi dia terima aja diperlakukan nggak baik sama mereka. Yang jelas, dari awal sampai menuju ending, kita udah dikasih tau kalau dalang di balik kejadian itu adalah Kevin (Ezra Miller aaaaaaaaaak!!!!), anak laki-laki Eva dan Franklin (John C. Reilly). Anak SMA yang udah nakal dan jadi hater Ibunya sendiri dari kecil. 

Kevin dari kecil udah complicated bet. Waktu bayi, dia hobi ngadain konser musik rock mulu alias nangis rewel. Susah diatur. Giliran sama Ayahnya aja dia anteng. Pas masih bocah, dia nggak mau nurut sama Eva. Jadi anak yang nggak ada hormatnya sama sekali. Makin gede dia makin ngeselin bahkan sadis plus bermuka dua depan Ayahnya. Dia keliatan benci banget sama Eva dengan nggak mau nurut, ngeledek Eva, bahkan ya itu, bikin Eva putus asa dan depresi sama hidupnya.

Eva bersama Kevin dari berbagai usia.

Film ini alurnya maju mundur btw. Rada ngingatin sama Gone Girl kesukaan Njus, (500) Days of Summer kesukaan Reyhan, dan LOVE kesukaan Heru Arya

Dan We Need to Talk About Kevin jadi kesukaaanku! Aku memang suka sama film yang bertema hubungan Ibu-anak, pokoknya tentang drama keluarga. Menurutku film ini agak ngebosenin sih di awal. Beda sama Mommy yang langsung bikin tertarik pas di adegan awal filmnya. Dan ya, aku ngerasa bosen karena bingung apa yang sebenarnya terjadi. Tapi... lama-lama jadi menegangkan. Film tentang hubungan Ibu-anak macam Mommy bikin aku ngerasa sesak kayak pake bra kekecilan, sedangkan We Need to Talk About Kevin bikin aku ngerasa takut. Aku ngegigitin kerah kaos karena ketakutan pas nontonnya. Terus istigfar beberapa kali. Gemas kali sama karakter Kevin yang diperanin sama tiga orang, salah satunya Ezra Miller my love. Musiknya pun ngagetin. Genjreng, genjreng, genjreng....

Mencoba menggerakan gelas dengan kekuatan pikiran.

Rasanya kayak lagi nonton sinema religi Indosiar bertema anak durhaka. Tapi disajikan dengan nuansa horor tanpa hantu-hantuan. Film ini nggak ada unsur mistisnya TAPI YA SEREEEEEM.... Serem anjir ngeliat kelakuan Kevin yang istigfar-able itu. Dia diem terus menyeringai aja bikin takut. Denger suaranya aja bikin takut. LIAT DIA YANG LAGI MERANCAP AJA BUKANNYA KERANGSANG TAPI MALAH TAKUT. Aaaarrrrrrrgggh. 

Selain karena kelakuan Kevin si-anak-yang-nggak-tau-diuntung, film ini kerasa horor karena banyak warna merah bergentayangan. Warna merah dari tomat, cat air, selai stroberi, cahaya lampu di restoran, dress polos-nya Eva. Warna merah ngebuat aku yang nonton jadi bergidik ngeri sendiri. Ngingatin sama foto-foto jajaran pemain Pengabdi Setan yang bernuansa merah darah.

Ini dia salah satu pemain Pengabdi Setan. Taraaaaa!

Ngefans sama Ezra Miller nggak membutakan mataku buat ngeliat kinerja pemain lain. Halah hahaha. Kinerja. Akting Tilda Swinton mencuri perhatian. Aku baru nonton filmnya beliau yang Doctor Strange, Trainwreck, dan Okja. Di tiga filmnya itu, dia jadi tokoh yang perannya superior gitu. Di We Need to Talk About Kevin, dia ‘tunduk’ sama Ezra Miller. Sumpaaah. Akting depresi dan frustasinya Tilda keren. Dia nggak perlu nangis bercucuran air mata buat ngasih tau kalau dia lagi sedih. Dia nggak perlu teriak-teriak kencang buat nunjukin kalau dia depresi berat. Dia berhasil memerankan seorang Ibu yang hidupnya hancur karena anaknya sendiri, cukup dengan muka muram dan lesunya. Huaaaaa!


Oh iya, alur di film ini berjalan berdasarkan sudut pandang Eva. Kita seolah diajak menyelami masa lalu Eva layaknya mengenang masa lalu kita saat masih pacaran sama mantan. Ngebandingin masa lalu sama masa sekarang, dikenalin sama orang-orang sekitar Eva, nyari-nyari sebenarnya siapa yang salah. Ya itu... siapa yang sebenarnya bisa disalahkan dari kehancuran hidup Eva. Apakah murni Kevin yang salah atau karena yang lain.

Lynne Ramsal selaku sutradara film ini, nggak ngasih tau secara pasti apa yang membuat Kevin jadi senakal itu. Dan nggak ngasih tau alasan pasti kenapa Kevin hobi pake kaos ketat kekecilan yang bikin orang-orang berjiwa fashion police jadi resah ngeliatnya. 

Oke. Serius. Aku bingung Kevin ini nakalnya murni karena apa. Padahal Kevin kelimpahan kasih sayang, orangtuanya adem ayem, kaya dari lahir. Apa yang bikin dia jadi anak nakal? Apa karena pas Eva dan Franklin sebelum ngadon Kevin alias ena-ena, nggak baca doa bersetubuh dulu? Nggak menjalankan tata cara bersenggama menurut kitab Qurrotul Uyun? Sehingga kegiatan berfaedah mereka itu jadinya diintervensi oleh setan? 

Atau... ini karena salah Eva?

Menurutku, Eva belum siap jadi Ibu. Pas hamil Kevin, Frank sang suami yang justru terlihat lebih excited. Terus adegan yang nunjukkin habis proses persalinan, makin menguatkan pemikiranku tentang belum siapnya Eva. Adegan yang beda sama adegan habis persalinan yang biasanya aku liat. Biasanya kan bahagia gitu, senyam-senyum riang sama si penebar benih alias sama suami. Lah kalau Eva malah... ya gitu. Kelihatan shock. Termenung lama. Kayak baru beli kuota yang langsung habis karena keasikan dipake streaming series belasan episode.

Pas Eva ngerawat Kevin, dia selalu kelihatan gondok. Dari Kevin kecil, dia sulit ngebangun chemistry sebagai Ibu dan anak. Bukan berarti dia jahat sih. Dan Eva bukannya nggak mau jadi Ibu. Terlihat pas dia punya anak kedua yaitu Celia (Ashley Gerasimovich), di mana dia lebih luwes. Tapi... ya karena belum siap jadi Ibu. Dia belum terbiasa dengan kehidupan barunya bersama Kevin. Sifat keibuan belum ada di dirinya.

Mungkin karena itu, Kevin jadi nakal. Karena dia ngerasa Ibunya nggak siap sama kehadirannya di dunia. Dia ngerasain itu dari kecil dan perasaan itu nggak hilang-hilang. Mungkin kayak gitu kali, ya. Aku belum baca novelnya sih buat tau lebih jelas.

Makan malam ini indahx hanya begron semata.

Ada satu adegan favoritku. Eva menghiasi dinding ruang kerjanya dengan peta-peta langka. Dia lakukan dengan sepenuh hati karena ruangan itu bakal jadi ruangan yang dia banget. Dia yang berjiwa traveler sejati. Tapi dindingnya disemprotin cat air sama Kevin. Sebelumnya juga Kevin ngehina habis-habisan ruangan itu. AKU KESEL BANGEEEET NONTONNYAAA. 

Adegan itu ngingatin aku sama Mamaku yang ngelepasin foto-foto jadul SMK-ku yang aku tempel di lemari buku. Aku seolah ngerti perasaan Eva yang keseeeeel banget kesenangannya dirusak. Ya ampun, foto-foto tempelan di lemari itu aja sebenarnya kan udah lama, terus Mamaku ngelepasinnya dengan niat baik karena pengen lemariku keliatan bersih. Itu aja aku udah kesel. Apalagi kayak Eva yang tempelannya dari peta-peta langka, ditempel sepenuh hati, dicat, dikasih hiasan, eh nggak lama kemudian dicrot-crotin cat air sama Kevin bijingek. Huhuhu.

Adegan itu bikin aku ngerasa relate sama Eva. 

Apa aku bakal kayak Eva? Mengingat aku juga belum siap buat jadi orang yang keibuan. Belum siap ya, bukan nggak punya sifat keibuan. Huahaha. Hmm terus... aku susah ngebangun chemistry sama keponakan-keponakanku. Aku suka bingung gimana cara mengakrabkan diri sama anak kecil selain dengan ngatain mereka sesuka hati. Terus aku ikutan nangis kalau mereka nangis. Salwa misalnya. Kalau dia nangis, aku bawaannya kelabakan sendiri. Aku ngebandingin diriku sama Nanda yang selalu ada cara buat nenangin Salwa. Dia nimang-nimang, ngajak ngobrol, sampe mutarin video alif ba ta sa Upin-Ipin. 

Sebuah pencitraan.

Aku ngeliat Eva itu udah kayak ngeliat cerminan diriku di masa depan nanti. Aku yang entah kapan bisa jadi wanita yang keibuan.  HUAAAA AKU TAKUT SUMPAAAAAAH. MANA KATANYA KALAU BERANTEM SAMA MAMA MULU, MELAHIRKANNYA SUSAAAAAAAAH AAAAAAAK.

Aku jadi berandai-andai kalau We Need to Talk About Kevin dijadiin dua film layaknya Mars Met Venus, film Indonesia yang dibintangi Ge Pamungkas dan Pamela Bowie. Film itu tentang cara memandang suatu hubungan percintaan berdasarkan dua sudut pandang, yaitu sudut pandang cowok dan cewek. Seandainya ada film We Need to Talk About Eva, film yang berdasarkan sudut pandang Kevin. Mungkin aku bisa tau gimana rasanya punya orangtua yang nggak keibuan. Mungkin aku bisa memaklumi kenakalan Kevin. Dan bisa memahami Kevin yang berani-beraninya durhaka melebihi berkata "ah" kepada orangtua. 

You Might Also Like

7 komentar

  1. Belum nonton filmnya, tapi baca review ini aja kok udah bikin depresi ya. Haha

    Kalau si Kevin tinggal di Padang tempo dulu, pasti udah kena kutuk oleh amaknya jadi tomat busuk tuh. Hih!

    Omong-omong, tata cara bersenggama menurut kitab Qurrotul Uyun yang gimana? Menghadap kiblat?

    BalasHapus
  2. Kalo dijadiin film sudut pandang kayak Mars met Venus, gasekalian pake sudut pandang dinding yg disepmrotin cat air, Cha?

    Oiya, kalo emang suka film yang bernuansa Ibu dan anak, coba nonton Hutchi aja, Cha.
    karena Hatchi anak yang sebatang kara, Pergi mencari ibunya, Di malam yang sangat dingin, Teringat mama, Walaupun kesepian Hatchi tetap gembira

    Selama belum memiliki, kita hanya bisa menebak-nebak. Nggak salah, hanya saja, jangan sampai membuat khawatir berlebih. Itu baru tentang mengurus, belum yg tentang pendidikannya kayak film Hindi Medium (ini aku baru nonton). dari itu, fokus buat mencari pasangan yg membahagiakan aja dulu, karena dia juga bisa membantu dalam mengurus anak~ Intinya, kamu akan mengerti kalo udah punya anak. jangan lupa senyum hari ini. :)

    BalasHapus
  3. Ini yang jadi eva, kaya yang jadi ratu es di narnia ya? *brb search

    Oh jadi engga diceritain, kenapa si kevin jadi begitu sama emaknya? apa karna kurang kasih sayang kah? apa karna kurang waktu bersama kah? apa karna seperti cewek karir zaman sekarang yang menyerahkan kepengurusan anaknya ke baby sitter kah?

    Kalimat " ..durhaka melebihi berkata "ah" kepada orangtua." Kok jadi serem ya bacanya, inget dosa :(

    BalasHapus
  4. Baca festival tomat jadi keinget Harvest Moon. :))

    Kalau sebelum punya anak latihannya membangun chemistry sama keponakan, kayaknya harus mulai dari sekarang mumpung ada. Tapi keponakan ngeselin juga sih. Mau nyamperin kalau saya lagi bawa makanan. Belum dapet sentuhannya mungkin.

    Oh iya, namanya Kevin. Kenapa Kevin yang saya ingat hari ini orangnya nakal ya? Kevin si mentimun laut nakal tuh.

    BalasHapus
  5. Aku juga kalo nonton film jadi berandai andai seandainya aja itu aku. Kalo aku jadi Eva pasti bakalan stress!! Tapi aku juga gak pengen jadi Eva yang punya anak padahal belum siap. Kelihatan, sampe hari ini umur 24 belum nikah. Padahal anak temen udah banyak yang kelas 2 SD.

    Bagiku anak cewek sama cowok bedanya kalo cewek kebanyakan cerewet meskipun sama orang baru jadi pendiam dan kalo cowok biasanya lebih aktif. Aktif brantakin rumah. Cewek juga sih brantakin boneka dan mainan. Persamaannya harus sabar sih.

    Sedih juga jadi Eva waktu si Kevin ngerusakin peta peta koleksinya.. huhuhuu

    BalasHapus
  6. eh kok baca riviewnya filmnya jadi nyeremin gitu yak. ato memang filmnya bener seseram itu secara genre filmnya juga thriller. Eh tapi kok liat foto keluarganya semuanya lakik semua prasaan.

    hm jadi film ini mencritakan seorang anak yang bernama kevin durhaka kepada orang tuanya. semoga kevin di tujukkan jalan yang lurus oleh tuhan dan diberi ganjaran yang setimpal aamiiinnnn...

    BalasHapus
  7. Konon, setiap orang emang nggak pernah siap akan sesuatu? Gimana tuh? Jadi, siap nggak siap sebetulnya harus siap. Apa pun yang terjadi dalam hidup, kita sering nggak siap untuk menerimanya baik ataupun buruk. Sulit bersikap akan sesuatu itu. Dan lain-lain.

    Seharusnya dalam suatu keadaan begitu, Eva bakalan belajar otodidak mengurus anak dan menjadi ibu. Perlahan-lahan kepribadiannya akan berubah dan bisa keibuan. Tapi ya mungkin buat beberapa orang sulit banget. Entahlah.

    BalasHapus