Selamat Tinggal. Semoga Jumpa Lagi

Kelar sudah ritual shalat tarawih yang rutin dilaksanakan dua puluh sembilan akhir ini. Aku menghela nafas tanda syukur sambil melipat sajadahku dengan rapi. Huaaaaa, ga terasa lebaran di depan mata.

Postingan kali ini mengisahkan tentang wujud syukurku setelah berhura-hura dengan bulan puasa. Bukan, ini sama sekali bukan tulisan bertemakan religius seperti novel-novel islami  atau artikel yang berisi ceramah dai-dai kondang. Ini cuma sekedar tulisan yang berisi rangkaian pengalaman dan perasaanku selama menjalani bulan ramadhan. Sudah pasti perempuan sepertiku (hikss!!) akan kagok kalau disuruh menulis dengan tema religius. Wong aku ini binal, shalat masih bolong-bolong, ngaji masih gagap,masih suka ngakalin orangtua, yaitu dalam artian ngebohongin orangtua (oh aku ga sanggup tuk menuliskannya), masih suka iri kalau ngeliat Nanda dibelikan baju baru, dan sederet sifat buruk lainnya (astaghfirullah nistanya T.T). Haha, pengakuan dosa ni ceritanya.  Tapi lebih baik begini kan, lebih baik aku mengakui hal itu duluan daripada orang lain yang mengakui??

Ngomongin dosa emang ga ada habisnya, apalagi kalau ngomongin dosa orang. Uuppsss. Hmm back to main topic,  eh mau mulai dari mana ya?

Oh iya, tadi aku shalat tarawih loohhh. Setelah sekian malam aku meninggalkan ibadah sunah itu, dan memilih laptop pink centil ini sebagai pelariannya, akhirnya aku shalat juga #bangga. Nistakah aku? Ah, ga juga, shalat tarawih kan hukumnya sunah, jadi yang ga dosa kalau aku meninggalkannya. Hal itu yang selalu menghambat langkahku untuk menuju mushala dekat rumahku, menahan niatku untuk melaksanakan shalat tarawih. Hal itu yang meringankan bebanku kalau aku ga melaksanakannya. Jujur, aku suka gelisah kalau ada yang belum kukerjakan. Termasuk shalat (duileeehh). Bawaannya grasak-grusuk. Tapi kalau untuk shalat tarawih, aku tenang-tenang aja kalau ga melaksanakannya. Ya karena ada prinsip itu, pedoman itu.

Otomatis, aku bakal shalat tarawih kalau mood-ku lagi baik. Bisa dihitung deh kayaknya aku berapa kali shalat tarawih. Minggu pertama aku rutin, minggu kedua keserang tamu bulanan, minggu ketiga bolong-bolong mulai terlihat, minggu keempat lumpuh total. Penyebab aku malas tarawih banyak banget. Acara tv yang bagus, lagi pewe smsan, sakit perut kekenyangan, bahkan hobi menulisku pun bisa dijadikan penyebab, eh alasan deh bukan penyebab aku ga shalat. Kayak malam kemarin, aku ga shalat tarawih karena cerpen  yang sedang ku buat belum rampung. Berat banget rasanya meninggalkan cerpen yang belum selesai itu sendirian, sementara aku khusyuk bersemayam dalam sujud tarawih. Idih segitunya yak? Aku ngerasa berdosa sih karena lebih mengutamakan cerpenku daripada shalat tarawih, tapi aku gelisah aja gitu. Kalau aku shalat tarawih dengan hati gelisah ya jadi ga khusyuk kan? Sama aja bohong… Aaah alasanku nambah lagi satu.

Selain mood, hal yang mempengaruhiku dalam melaksanakan tarawih atau enggak yaitu adanya niat lain yang muncul. Ya bisa dibilang ada udang dibalik batu gitu. Contohnya aja waktu pas malam keberapa gitu aku lupa. Ah malam kelima kalau ga salah. Nah, Dea ngajakin shalat tarawih bareng di salah satu masjid terbesar dan terkemuka di Samarinda. Aku langsung mengiyakan ajakannya. Asal tau aja, berkunjung ke masjid itu sama aja dengan berkunjung ke mall. Cuci mata gitu, ajang cari jodoh. Mereka berlomba-lomba berpakaian trendy guna menarik perhatian. Mondar-mandir sana sini menebarkan pesona. Bukannya shalat, malah cuci mata. Masjid *tiiiiiiiiittt tersebut banyak digandrungi di kalangan remaja samarinda untuk jalan-jalan. Dijadikan tempat buat kopi darat juga. Apakah aku dan Dea melakukan hal yang hal sama? Ohoho tentu saja tidak. Tujuan kami ke sana memang untuk shalat, sekaligus menuntaskan rasa penasaran yang mengendap di dada. Selama ini aku cuma dengar-dengar dari bisik-bisik tetangga aja, kalau masjid itu dijadikan tempat yang ga sekenanya. Sampe ada satpol PP segala lagi. Kurang apalagi coba? Nah akhirnya kami punya kesempatan juga untuk ke sana. Dan memang seperti yang selama ini ku dengar. Dimana-mana saf shalat pada bolong. Area luar tampak penuh dengan anak-anak remaja yang bermadu kasih. Astagfirullah. Aku dan Dea speechless.

Kini di hari terakhir puasa, aku menelisik kembali apa saja yang ku lakukan di  bulan yang mulia ini. Puasaku memang full, kalau misalnya ga terserang tamu bulanan pasti bakalan full sih. Ngaji juga lumayan meski terbata-bata dan ga sempat mengkhatamkan. Coba lihat buku kegiatan ramadhanku yang gersang itu, menampakkan daftar shalat tarawih yang sedikit ku laksanakan. Ku pikir gpp juga kalau ga shalat tarawih. Tapi, ada penyesalan yang bersisa di dadaku. Aku nyesal kenapa aku begitu melalaikannya. Di saat waktu tersedia, aku malah asik dengarin lagu atau bercumbu dengan ms word. Padahal dulu aku paling senang shalat tarawih, kesannya nenangin hati gitu. Eh aku ga bermakssud religius loh ya, beneran itu kok.Yang jelas, sekarang aku nyesal banget nah sering ga shalat tarawih, padahal pahalanya itu  loh berlipat lipat TT

Penyesalan ga ada gunanya, kini hanya harapan yang kugantungkan guna menutup bulan puasa ini.
Sampai jumpa ya bulan ramadhan. Semoga berjumpa lagi.

You Might Also Like

0 komentar