Apa Aku Bisa Dibilang Sebagai Perebut?

Benar- benar absurd. Aku masih ga percaya kalau tadi malam aku sukses menghabiskan waktu bersama Rudi. Tau Rudi? Haaah.. panjang riwayatnya. Awalnya Nina dan Rudi yang saling kenal, tapi lama-kelamaan akhirnya aku kenal juga. Maklum, dulu aku dan Nina satu paket tak terpisahkan. Rudi pun mulai dekat dengan aku dan tentu saja dengan Nina. Rudi pernah nembak Nina kira-kira dua kali, tapi ditolak Nina. Aku ga tau persis alasannya apa Nina menolak cinta Rudi. Tapi yang jelas pasca penolakan itu, Nina dan Rudi tetap bersahabat. Otomatis karena aku bersahabat dengan Nina waktu itu, aku jadi bersahabat dengan Rudi. Kami bertiga sering ketemu, main bareng, foto- foto gaje bareng.

Selang beberapa bulan kemudian, kami jarang ketemu lagi. Masing masing saling mengatasnamakan kesibukan ini itu sebagai alasan untuk ga ketemu. Smsan juga jarang. Hape Nina kering kerontang akan sms-sms dari Rudi. Begitupun juga hapeku, yeaah meski terkadang dia sms aku, curhat tentang inceran barunya. Asal tau aja, dia itu pi el I way bi o way bi o way a.k.a  PLAYBOY. Bisa dibilang tipikal cowo don juan (maaf ya mas rudi :/). Ni cowo mudah jatuh cinta, mudah memperdaya, dan mudah juga untuk berpaling. Maka dari itu Nina menolak Rudi untuk memasuki kehidupannya lebih dalam lagi. Aku maklum aja sih, aku tau sebenarnya Nina juga menaruh rasa yang sama. Cuma ya itu, otak masih mampu mengalahkan hati. Ngerti aja kan??

Mereka tetap berteman kok sampai sekarang. Begitu pun juga aku. Aku smsan seperti biasa, ngobrol-ngobrol seperti biasa. Saling curhat-curhatan. Aku ngerasa bahagia bisa punya sahabat cowo seperti dia. Rasanya kayak ga ada sekat yang memisahkan antara lelaki atau perempuan. Rasanya sama aja dengan sahabat-sahabat cewe yang selama ini ku punya. Sampai suatu saat, hari apa kah itu aku lupa. Dia ke rumahku. Setelah berbulan-bulan ga ketemu dia, banyak perubahan. Rambutnya agak gondrong, kulitnya sawo matang. Beda waktu pertama kali aku ketemu dia. Rambut cepak dan kulit kuning langsatnya begitu kontras dengan Nina yang berambut panjang ikal dan kulit sawo matang. Haaah, Nina dan Rudi kayak jadi satu paket. Jadi kalau ketemu Rudi tanpa Nina, rasanya jadi aneh. Itu deh yang aku rasain waktu aku ketemu dia pas hari apakah itu. Agak canggung. 
Hari yang canggung itu menjadi awal kedekatan absurd kami. Malam jalan bareng, berangkat sekolah bareng (meskipun cuma sekali), dijemput sekolah, dia ke rumahku. Tingkahnya makin absurd.Bermanja dan memanjakanku. Seolah-olah melukiskan bahwa kami adalah sepasang kekasih. Bersahabat rasanya ga gini-gini banget juga, pikirku. Aku makin canggung. Bingung. 

Iya, aku tau. Dia itu jiwa player nya masih ga kuat untuk dia bendung. Seharusnya aku paham hal itu dari awal. Tapi udah telat, aku terlanjur tersugesti oleh kata-katanya. Bilang sayang, lalu membekukanku. Memegang tanganku, lalu menatap mataku. Habis itu ketawa bareng. Hahaha, aku berusaha sih menepis itu semua. Jujur aku mudah jatuh cinta orangnya, tapi biasanya itu sifatnya sementara. Kalau aku sering ketemu dia, makin sayang aku sama dia. Bisa dikatakan cinta bisa tumbuh dari kebersamaan. Dan aku sepertinya sudah terlanjur jatuh lagi. Aku melanggar janjiku, janji bahwa aku akan mengistirahatkan hatiku tuk kupercayakan ke orang lain lagi. 

Beneran kah ini aku jatuh cinta sama dia? Haram Cha, HARAM!!! Dia itu sahabatku, dia dulu pernah mengukir riwayat ehem ehem sama Nina. Apalagi sejak dia bilang sayang waktu itu. Aduh, aku tau sih gampang aja bilang sayang itu. Yang aku ga tau tuh kenapa aku sebegitu gampang terbius olehnya (tsaaahhhh). Ga, aku jatuh cinta. Aku kagum dan aku begitu kangen dengan perhatian yang dia beri. Yeaa, pelampiasan mungkin. Sebenarnya aku ga pengen pacaran lagi, serius. Aku pengen bersahabat aja sama dia, seperti layaknya aku dengan Febri, Ikhsan, Arighi. Huaaaaa… aku sudah terlanjur jatuh padanya.
Gimana ya reaksinya Nina begitu dia tau kalau aku sedekat ini sama Rudi? Apa dia marah? Kesal? Atau biasa aja? Issh, aku jadi merasa berdosa eh. Eh tapi kan, aku juga ga naroh perasaan lebih sama Rudi. AH tapi, aah bingung >,< Lagian kalau misalnya Nina setuju, aku jadi takut loh. Takutnya kalau kami putus, trus ga bisa sedekat ini lagi. Persahabatan itu lebih awet. Bener ga?

Yang jelas, aku pengen meneguhkan prinsipku nah. Aku pengen melajang lama, minimal sampe ada yang menyatakan cinta di hadapan Mamaku. Haha kapan itu ya? Kapan kapan, yang jelas bukan sekarang. Aku sudah menjadi yang terasing di hadapan cinta. Aku udah ga percaya lagi kalau pacaran di masa sekolah itu bisa awet.

Jadi sahabatku dulu ya, kayak dulu dan selamanya.

You Might Also Like

0 komentar