Obatnya Banyak Pikiran Adalah Uwowowo Amboy

“I’ve been thinking too much. Help me.”

Penggalan lirik Ride-nya Twenty One Pilots itu bikin aku ngerasa related. Akhir-akhir ini aku terlalu banyak mikir. Aku yang emang dari sononya suka mikir kejauhan akan berbagai hal, jadi tambah mikir kejauhan dengan bertanya-tanya dan ketakutan sendiri. 


Sumber: sini
Terinspirasi dari Rob, tokoh utama film High Fidelity, aku ngebuat daftar lima teratas atau top five mengenai hal-hal yang jadi pikiran. Yaitu keluarga, pekerjaan, masa depan, persahabatan, dan berat badan. 

Huhuhuhuhuhu. Berat badanku nggak naik-naik fak. Padahal udah makan banyaaaaaaak. 

Btw, Rob punya kebiasaan suka bikin top five akan banyak hal, termasuk top five mantan dan putus paling bajingak. 

Dan ternyata aku ngerasa related sama penggalan lirik Ride yang lain, yaitu, 

“Uowowowo oh ouwowowo I’m falling, so I’m taking my time on my ride.”

Ya, akhirnya aku menggunakan waktuku buat jalan-jalan, bukan buat maraton nonton film kayak biasanya. Lebih tepatnya jalan-jalan ke Tenggarong, bareng Dita dan Ikhsan. Dua temen sekelasku waktu SMK sekaligus temen sepermelankolisanku.

Udah lama aku nggak ketemu sama mereka. Terakhir ketemu, waktu ngasih suprise ulang tahun ke Ikhsan bulan Desember tahun lalu. Itupun juga nggak lama karena Ikhsan pamit pulang duluan dengan alasan, 

“Nanti habis adzan maghrib, aku pulang ya. Mau sholat, habis itu jemput Kiki mau nobar bola di kafe.”

Aku dan Dita langsung protes habis-habisan waktu itu. Ikhsan seperti biasa ngakak kalau udah digituin, dan bilang, 

“Nanti kita ketemu lagi, tante-tanteku. Tenang aja.”

Sok ngartis banget fak. 

Dan ya, akhirnya kami ketemu lagi tanggal 14 April kemarin. Dalam rangka merayakan kepulangan Dita dari Jogja, kami bertiga mutusin buat jalan-jalan ke negara tetangga. Eh, ke kota tetangga deng. Yaitu Tenggarong. 

Sumpah, aku kangen sama mereka berdua. Terutama sama Dita, karena sejak dia mutusin buat kuliah S1 (dia lulusan D3) di Jogja, aku dihadapkan kenyataan kalau aku dan dia harus LDR-an. Huhuhuhu. 

Dan sumpah, aku juga kangen buat nulis curhatan-curhatan terang-terangan kayak dulu. Tanpa ‘bersembunyi’ di balik film yang aku review. Apalagi pas liat postingannya Dian yang INI. Gils. Bikin mupeng aja itu mbak-mbak satu. Tapi aku belum bisa jalan-jalan sejauh itu. Nggak bisa juga nulis semengalir Mbak Dian. Huhuhu. 

BAHAHAHA. MBAK DIAN. DIAN HENDRIANTO. BAHAHAHA.

Tapi nggak papa deh, yang penting rasa kangenku ke dua melankolis dan kangenku ke nulis curhatan sama-sama terbayarkan karena jalan-jalan ke Tenggarong. Jalan-jalan yang asiknya kayak lagu Ride, yang liriknya kalau katanya Febri, “Uowowowowowow uwowowowo amboy!”

INI BUKAN THREESOME.

Karena terasa uwowowowow amboy-nya, aku bikin top five hal-hal yang tak terlupakan dari jalan-jalan kami bertiga itu. 



1. Ikhsan itu cewek! Bukan cowok!

Bukan, bukan karena dia nggak punya sesuatu yang berbentuk batangan, tapi karena dia lebih rempong dari perempuan. Dari aku dan Dita, seenggaknya. 

Ikhsan masih nggak berubah juga. Dia tetap ‘teman perempuan’ kami. Maksudnya, dia nggak kayak makhluk batangan kebanyakan yang lebih suka ngaret daripada perempuan. Contoh makhluk batangan itu, yaitu Max. Bajingak itu anak, kalau janjian pasti ngaret. Bilangnya otw taunya masih di WC. 

Di grup Line, Ikhsan koar-koar menagih janji, 

“Manaaaaa? Katanya habis sholat Jumat berangkatnya. Jangan ngaret woy!”

Aku yang udah di rumah Dita waktu itu, nungguin Dita pake baju, cekikikan ngebaca chat-nya. Pas Ikhsan nelpon, kami sempet-sempetnya ngubah mode panggilan suara jadi mode panggilan video call. Kami ngakak ngeliat muka betenya nungguin kami.

“Dia udah di tempat janjian ternyata. Keterlaluan on time-nya. Hahaha.” kata Dita sambil nyisirin rambutnya. 

Setelah meluncur ke tempat janjian dan ngeliat eh-ternyata-beneran-Ikhsan-udah-daritadi-nungguin-njir, kami pun berangkat. Di perjalanan, Ikhsan koar-koar kalau motorku harus diisi bensin. Aku ngeyakinin dia sambil ketawa-ketawa jumawa, dengan bilang kalau motorku itu irit bahan bakar, nggak kayak motornya yang Yamaho, yang katanya boros itu. Sesampainya di SPBU Tenggarong, Ikhsan kembali koar-koar nyuruh aku isi bensin. Kali ini pake urat, 

“Isi bensinmu! Nanti kalau mogok di tengah di jalan, kalian kutinggal!” 

Aku dan Dita langsung ngakak, sambil ngerasa serem juga sih. Aura Bugis-nya Ikhsan mulai terpancar pas waktu itu. Huhuhuhu.

Setelah itu kami mampir ke warung. Ikhsan beliin kami minuman. Dia udah kayak emak-emak yang ngekhawatirin anak-anaknya ngalamin dehidrasi. 

Habis berlagak emak-emak wannabe, Ikhsan beralih jadi remaja putri. Dengan polosnya dia minta tissue ke Dita, trus ngomong ke aku, 

“Sarung tanganmu mana, Tan? Sini aku aja yang pake. Tanganku behitam nah.”

Njir. Emang udah hitam dari sananya fak. Aku ngakak, trus ngejejalin sarung tanganku ke genggaman tangannya.

"Makan nih sarung tangan, makaaaaan! Coba dari rumah kamu pake hand and body lotion aja, San. Persiapan.”

“Iya juga ya. Kamu bawa itu, Tan? Aku mau.”

Tay. 

Ditambah lagi dia ngelirik ke sepatunya Dita mulu. Dia pengen nyobain sepatunya Dita, dengan alasan mau beliin sepatu itu buat Kiki, pacarnya. Dita dengan sekuat tenaga menolak kehadiran kakinya Ikhsan yang ngegawil-gawil kakinya. Trus Ikhsan tetap aja memelas buat minjam sepatu itu. 

“Bilang aja kalau kamu yang mau sepatu itu, faaaak! Dasar cewek kamu tuh!”

Trus pas disuruh buat bawain tasnya Dita, dia mau-mau aja. 

Pake tas kecilnya Dita. Uwww unyuuu~

Pas di perjalanan menuju pulang ke Samarinda, Ikhsan beberapa kali teriak-teriak ngomelin aku yang main hape di motor. Rupanya mode emak-emaknya kembali dihidupkan. 

Menurutku dan Dita, hal-hal di atas bikin dia terlihat bukan kayak cowok biasanya. Kami udah sering sih dibuat heran sama dia, tapi kali itu kami bener-bener heran. Dia fix bukan cowok. Atau ya, dia memang cowok. Tapi cowok yang selalu jadi ‘teman perempuan’ kami. 


2. Mantan adalah koentji! 

Jalan-jalan ke Tenggarong udah direncanain sehari sebelumnya, tanpa ngerencanain nanti di Tenggarong mau ngapain. Taunya cuma kami bakal ketemuuuuu aja. Untungnya ada Ikhsan yang hapal seluk beluk Tenggarong, dan ngusulin buat ke Waduk Panji Sukarame. Cuman sebelum ke tempat wisata itu, Ikhsan minta ditemenin ke pemakaman tempat teman kuliahnya dimakamkan. 

Aku dan Dita dengan senang hati menemani Ikhsan. Tapi rasa senang kami berubah jadi rasa..... khawatir. 

Perjalanannya jauh juga njiiiir. Trus berlika-liku, belok sana belok sini. Ikhsan udah kayak anak Tenggarong asli, bukan pendatang dari Samarinda. Masuk ke taman kota, masuk ke jalan sepi, masuk ke hutan, masuk...

“Ini sebenarnya kita mau dibawa ke mana sih?” tanyaku ke Dita sambil ngeliat ke spion, menunggu tanggapannya.

"Nggak tau. Apa jangan-jangan... Ikhsan mau jual kita, Tan?”

Aku ngakak denger tanggapan Dita. Fantasi liarku langsung bekerja. Selama ini kami nganggap kalau Ikhsan itu mucikari kami, dan Ikhsan nganggap kami tante-tantenya. Karena ngerasa kami nggak bisa memanjakan dia selayaknya tante senang yang memanjakan berondongnya, trus dia berinisiatif buat jadi mucikari beneran, dengan ngejual kami. 

“Pantesan aja daritadi dia sok-sok care sama kita, Dut. Taunya ada maksud di balik itu.” 

Giliran Dita yang ngakak. 

Sebelum Dita menimpali omonganku, kami udah sampai di TPU kelurahan Panji Sukarame. Ternyata beneran mau ke kuburan njir. Kami, eh lebih tepatnya Dita, udah berprasangka buruk aja sama dia. 

Sempat terjadi momen melankolis sih pas di kuburan. Ikhsan cerita kalau temennya itu meninggal karena kecelakaan waktu mereka jalan rame-rame ke (kalau nggak salah, aku lupa) Bontang. Kejadiannya tahun 2014 kemaren, dan masih membekas di pikirannya. Aku dan Dita termenung beberapa saat, sampai akhirnya Dita nanya ke Ikhsan, 

“Kamu kok hapal jalanan Tenggarong, San? Gara-gara temenmu ini kah?”

“Oh. Hahahahahahaha. Dulu aku punya mantan anak sini. Sering jalan keliling Tenggarong kami. Makanya aku hapal.”

Owalah. Pantesan. Jadi, mantannya Ikhsan adalah GPS kami bertiga biar nggak nyasar di kota orang. Mantan adalah koentji!


3. Kurangi drama, perbanyak foto.

Nyampe di WPS, alias Wahai Para Shohabat, eh maksudnya Waduk Panji Sukarame, kami ngaso bentar di salah satu pendopo di situ. Ikhsan membaringkan badan kurus tingginya, Dita mikir-mikir antara mau main ayunan apa enggak, sedangkan aku koar-koar mau foto di atas patung macan di situ trus minta ntar macannya diedit jadi macan Cisewu. 

Tapi nggak ada yang mau ngeditin. Nggak ada yang mau motoin juga. Huhuhu. 

Sebagai gantinya, Ikhsan nyuruh aku dan Dita buat foto di pendopo. Dia yang fotoin. 

Berlagak ceria di depan kamera

Trus kami beralih ke pendopo lain. Giliran dia yang nyuruh aku dan Dita buat motoin dia. 

“Gantian aja motoinnya. Nggak usah rebutan,” katanya dengan aura kesombongan tingkat tinggi. 

Bajingak. 

Habis motoin dia, aku mupeng buat foto di pendopo itu juga. Ikhsan nggak mau angkat pantat dari pendopo. Kan kampret. Jadinya begini, 

Difotoin candid sama Dita bajingak. Mukaku sepet gitu.

Trus gini,

Sok cool sama sok imut.
Btw itu aku ngapain rada ngangkang gitu siiiiik.

Bosan sama pendopo, kami lari ke hutan, lalu berbaur dengan pepohonan yang tinggi-tinggi itu. Dan melakukan pemotretan ala kadarnya kayak gini, 
Orang-orangan sawah

Pose Yam Apiser.

Waktu ke KFC Tenggarong, kami juga nggak lupa buat foto-foto lagi. Dan kayaknya lebih brutal. Dita sempat nggak mau ikutan foto dengan alasan malu. Hal itu bikin aku nanya ke dia, 

“Sejak kapan kamu punya malu?”

Dia pun ngejawab dengan cepat, 

“Sejak aku punya kemaluan.”

EH TAUNYA MALAH BANYAKAN DIA YANG FOTO DARIPADA AKU. TAY. 

Ini salah satunya. Pose gigit-gigit manja






Btw itu aku mau sok-sok pose muka beku, malah aneh kayaknya. Huhuhuhu. 

Kami bener-bener gila foto. Dan itu jadi salah satu persamaan dari sekian banyak persamaan kami, mengingat kalau kami bertiga sama-sama berkepribadian melankolis sempurna. Tapi emang iya sih, kalau lagi jalan-jalan kayaknya emang wajib buat gila foto. Dan itu berlaku bukan buat kami aja, tapi buat semua orang yang lagi jalan-jalan. 

Ya, foto foto foto terus sampe naik status!


4. Tempat penitipan barang

Entah karena aku yang lebih tua di antara kami bertiga, atau karena aku duluan yang dapat panggilan ‘Tante’ daripada Dita, Ikhsan nitipin barang-barangnya ke aku. Heran, padahal aku orangnya suka lupa sama barang sendiri. Ini pake dititipin barang orang segala. 

Ikhsan nitipin barang-barangnya, mulai dari kunci motor, air minum, earphone, kacamata hitam, sampe.... sepatu. 

Jadi, pas Maghrib, kami mutusin buat mampir di masjid dekat mau masuk ke Pulau Kumala. Aku yang lagi berdarah bulanan alias haid, berniat buat nungguin mereka di pelataran masjid aja daripada di parkiran. Dan itu jadi alasan Ikhsan buat nitipin sepatunya ke aku. 

“NJIR. KAN BISA TAROH SEPATUNYA DI RAK SEPATU SITUUUUU!!!” 

Protesku begitu Ikhsan memasukkan sepatunya secara  paksa ke tasku sambil cekikikan. 

"Kan sepatuku mahal, Tan. Nanti kalau hilang, aku  pake sepatunya Dita aja lho.”

“EEEEH AKU JUGA TITIP SEPATUKU NAH, TAAAAN!”

Dita ikut-ikutan masukin sepatunya ke tasku. BIJIK RENGAAAAAAAAT!!!! Kesel banget fak. Mentang-mentang aku nggak sholat, mereka main ngeloberin tasku dengan sepatu mereka. Bejat. 

Mana aku pas mau ikutan masukin sepatuku ke tas, udah nggak cukup. Huhuhu. Akhirnya aku taruh di rak sepatu aja. Tempat seharusnya sepatu bersemayam.


Dan jadilah waktu itu aku duduk di pelataran masjid, dengan tasku yang menggelembung kayak perut ibu hamil.


5. KOK PEJEM SIH NJIIIIIIIIRRRRR!!!!

Walaupun jumlah foto kami di Tenggarong cukup banyak, tapi foto bareng bertiga sedikit. Salah satunya ini, 




Fotonya bagus aja sih, walaupun ada kresek hitam yang terkulai lemas di ujung sana. Tapi pas diperhatiin lagi, ternyata mataku pejem. Sok-sok jadi Sleeping Beauty dengan motto hidup buruan-cium-gue gitu.

Bikin aku mikir....

ITU KENAPA DAH MATAKU PEJEM? UDAH BAGUS-BAGUSNYA FOTO BERTIGA DIFOTOIN ORANG. ITU KARENA KESERINGAN PAKE POSE MATA JULING KALAU FOTO SAMA MEREKA BERDUA APA GIMANAAAAAA?

Foto sama mereka kayak gini,





Kayaknya memang karena keseringan pake pose mata juling deh. Jadinya pas pose normal, malah pejem gitu. Atau aku memang nggak cocok pose normal kalau lagi sama mereka. Huhuhuhu. 


Nulis top five sambil mengingat-ngingat kembali momen jalan-jalan ke Tenggarong sekaligus dengerin Ride-nya Twenty One Pilots, itu melegakan. Bikin aku ngerasa daripada kebanyakan mikir soal hidup, mendingan jalan-jalan aja. Ungkapan 'kurang piknik,' yang ditujukan buat seseorang yang sensitif apa gimana, itu ada benarnya juga. Dan ada satu kalimat dari Yoga di grup Whatsapp WIRDY, yang aku iyakan dengan keras, 

"Kita kayaknya kok terlalu banyak tujuan. Terus bodohnya lagi mikir, kira-kira terwujud nggak? Terus ganti tujuan lagi. Gitu aja terus. Padahal mah tinggal jalanin aja. Betul ternyata. Kebanyakan mikir bikin kebahagiaan jadi memudar.” 

Ya, gitu. Baiknya jangan kebanyakan mikir. Kayak makna lagu Ride. Perbanyaklah berbahagia. Misalnya dengan jalan-jalan, atau berkumpul dengan orang-orang sholeh. Kayak lirik lagu Tombo Ati.

BTW INI POSTINGAN CURHATAN MACAM APA, BAJINGAAAK. NGALOR NGIDUL KE MANA-MANA. HELP MEEEEE. 

You Might Also Like

7 komentar

  1. Waaa.... ke Tenggarong!!! Aku udah lama banget gak kesana.

    Si Ikhsan bener bener "teman perempuan" kalian yang "baik". Cerewet bangeeeeeet kaya emak emak njir!

    Pantesan tau seluk beluk tenggarong, sungguh betapa berjasanya mantan Ikhsan!! 😂😂

    Orang lupaan kok dititipin segala, bunuh diri itu namanya. Eh tapikan nitipnya dimasukkan tas yak?! 😂😂😂

    BalasHapus
  2. Asiiik. Ini mode nulis tahun berapa bisa kembali lagi? Akhirnya gak perlu pusing-pusing bacain nama aktor yang siapa-sih-itu dia. Hahaha.

    Latar hutan-hutanan gitu, kok ya persis video klipnya Ride. Nyambung banget. Mantap. Bawa seperangkat alat band, nyanyi-nyanyi di hutan, jadi deh parodinya. Coba dipertimbangkan ya buat video klip tandingan.

    BalasHapus
  3. Itu tempat wisata apa hutan rimba ?

    seru kayaknya ke tempat ijo-ijo dengan suasana yang se-natural mungkin. menghilangkan jenuh sejenak. :)

    BalasHapus
  4. Ichaaaaaaaa 😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂.
    Tulisan yg begini nih yang menenangkan. Ga perlu sok sok pinter buat tau dan ngerti nama pemainnya. Hahahaaha.
    ((((Pemain))))) bokep.

    BalasHapus
  5. hahaha aku juga suka dengerin lagunya Tweenty One Pilots yang ouwowowowu amboy, eh salah im fallin'

    Btw kayaknya seru banget jalan-jalan gitu.

    BalasHapus
  6. Tumben amat ini to the point curhat, ya. Sering-sering aja biar gue ada temennya. Wqwq.

    Beberapa orang jadi tau jalan emang karena punya pacar yang tinggal di daerah itu, sih. Dulu gue sering banget nyasar di Jakarta, karena ya emang taunya situ-situ doang. Semenjak pernah deket atau pacaran sama orang, lumayanlah udah jarang banget itu cerita tersesat. :D

    Udah gak berani pura-pura juling. Takut nanti lama-lama saraf matanya kenapa-kenapa lagi. :(

    BalasHapus
  7. Hahahahaha kok aku ngeliat Ikhsan jadi rada gemes karena care-nya terlalu banget ya sama kalian. Biasanya kan cowok kebanyakan cuek.

    Btw, selain jago ngereiew, tulisan jalan-jalan sekaligus curhat kamu juga bagus ih chaaa. Bacanya seru. Aku malah ga fokus kalo di tulisan ini kalian pergi kemana aja, singgah kemana aja, aku malahan ga peduli. Karena udah seru bacain cerita konyol kalian bertigaaaaa hahahahaa

    BalasHapus