Ayo Jalan Terus, Break Masih Terlampau Jauh Untuk Mengejar!

Akiu ngerasa geli sendiri kalau dengar kata BREAK dalam sebuah hubungan-lebih dari-sekedar-teman a.k.a pacaran. BREAK seminggu, besoknya langsung putus. Digantung tanpa kepastian. Sakitnya dua kali lipat.
Untuk apa break itu diberlakukan di hubungan yang sepertinya menyenangkan itu? Apa pacaran itu melelahkan dan memenatkan badan sehingga break itu  diperlukan? Lah, kalau gitu, kenapa ga putus aja sekalian daripada digantung dengan status 'kami-sedang-break-sementara' yang bikin debar debur itu? Terus, kalau udah terlanjur makan hati, kenapa masih mau pacaran? Mereka yang rela break adalah orang-orang bodoh terpedaya oleh pasangannya sendiri, iya toh? Pertanyaan-pertanyaan itu tinggal di dalam otakku. Penuh sesak ingin keluar. Tapi aku belum dapat jawaban yang pas untuk menamatkan hidup pertanyaan-pertanyaan retorik itu. Aku muak menggali rasa kepenasaranku. Ah, break itu hanya picisan.

"Hentikan cengiranmu itu, Cha. Itu bodoh, munafik. Sombongnya kau !. Karena sekarang yang ada di hadapanmu adalah yang kau remehkan itu! Dia, lelaki itu, meminta kamu untuk menjauhinya, memberinya ruang sendiri untuk saat ini. Dia ga sempat mikirin kamu. Kau dengar itu? Dengar!"

Aaarrrgghhh! Bukan, bukan, tidak. Aku ga berhadapan dengan break sialan itu! Dia cuma sibuk, dia ga sempat merhatiin aku, JUST IT! Sergahku melawan konflik batinku sendiri. Bisikan itu terlanjur menggerogoti  akal sehatku.

"Lantas, kenapa dia jadi jauh gitu? Jadi makhluk asing buat kamu? Oh, bukan, jadi hantu asing! Hhaha, sungguh malang nasibmu, Cha. Kamu ga usah menyangkal, break yang kamu remehkan selama ini akhirnya terjadi juga padamu. Aku bangga kamu bisa break juga :P"

 Ini bukan break, wahai kata hatiku sayang... Dia memang akhir-akhir ini begitu. Dia lagi ada masalah. Dan dia lagi butuh waktu untuk nyelesainnya. Sebagai pacarnya, aku harus mengerti keadaannya yang sekarang. Ini bukan break! Camkan itu.

"Bravo, bravo. Inikah Icha yang ku kenal selama ini? Icha yang menggampangkan segalanya, tanpa pikir resikonya sama sekali? Icha yang mudah dibohongi keadaan? Oh, mungkin lebih tepatnya disebut MUDAH DIBODOHI KEADAAN. Mana Icha yang dulu? Yang enggan untuk disakiti, diperlakukan tidak semestinya, yang dengan segannya memutuskan hubungan dengan cara seribu kali lebih sakit lalu mendapatkan pengganti yang lebih baik? Kenapa kamu jadi lembek begini? Putuskan dia sekarang! Masih banyak yang inginkan kamu, memanjakan kamu... Aku ga mau kamu sakit hati karena dia.."

Aku sudah berubah, wahai kata hatiku. Aku bukan lagi cewe labil yang sembarangan memilih cinta. Aku bukan si gadis pengambekkan, ratu tega, atau apalah itu. Justru  aku menyesali kenapa aku dulu kayak gitu. Dia adalah hal terbaik yang ku punya, aku ga mau melepasnya. Bagiku, sungguh kejam aku jika memperlakukannya seperti yang kulakukan dulu. Aku ga bakal sakit hati karena dia. Aku ikhlas merasakan ini. Jadi jangan judge dia sembarangan. Ngerti?

"Yeaah, aku iyakan saja. Tapi satu hal yang aku ga ngerti dari perkataanmu tadi. Dia adalah hal terbaik yang kamu punya? Dia cuek, ga romantis, apa itu terbaik? Bukankah tipe cowo yang kamu idamkan adalah kebalikan dari itu, Cha? Cha.. jangan sampai cinta butakan mata hatimu"

Terlambat kamu katakan itu. Mata hatiku sudah terlanjur dibutakan oleh pesonanya yang tak biasa itu. Dia cuek, tak murah memberi perhatian. Satu kalimat "aku sayang kamu" yang terlontar dari bibirnya mampu membuatku begadang semalaman tanpa harus menenggak kopi pahit. Aku belum pernah merasakan sensasi setrum alami yang mengalir ketika dia mengecup keningku lamaaa sekali. Dia romantis dengan caranya sendiri. Dan aku suka itu. Bukankah ada teori bahwa 'cinta itu buta', wahai kata hatiku tersayang?

"Wow, aku terpukau, Cha. Kalau dia memang begitu, kenapa sekarang dia berubah? Apa salahmu ke dia, Cha? Sudahkah kamu tanyakan ini padanya?  Sms mu jarang dibalasnya, seolah dia ga mau berhubungan denganmu lagi! Cha, apa ini tanda-tanda bahwa dia sudah jenuh sama kamu?"

Husssh.. jangan menakut-nakuti aku kayak gitu dong. Sudah ku bilang kan, dia lagi ada masalah yang harus dia selesaikan. Tadi malam aku sudah bicarain ini ke dia. Aku udah tumpahkan apa yang ku rasa. Dia lagi butuh waktu senggang. Dia ga mau melibatkankanku dalam masalah peliknya. Aku sempat ragu sih sebanrnya. Tapi dia meyakinkanku. Dia sayang kok sama aku. Dia minta maaf kemisteriusan dan kecuekkannya selama ini. Aku memberinya sebongkah pengertian. Ketika dia bilang makasih, rasanya aku jadi bangga. Egoku yang terus menerus menuntut perhatian dari dia perlahan lahan runtuh, seiring dengan kristal bening asin yang mencair dari pelupuk mataku. Aku nunggu dia sampe dia datang kepadaku. Sampai dia selesai dengan pergelutan dirinya. Pasti sebentar lagi kok.

"So, kalian tetap aja kan break? Jalani hidup masing-masing unutk sementara waktu itu namanya break kan? Kalian akan putus, aku yakin, Cha! Lihat saja nanti! Dia lamalama akan bilang putus!"

Tidak, tidak, kata hatiku sayang! Kami masih samasama saling membutuhkan kok. Kami hanya saling menyibukkan diri. Ga selamanya pacaran itu harus lengket setiap saat kan? Kami masih punya dunia yang harus kami benahi. Ada saatnya untuk berdua, ada juga saat untuk sendiri. Beda dengan break, yang sama sekali menutup mata untuk pasangannya. Kalau dirasa waktunya sudah pas, ya putus. Ini bukan BREAK. Kami samasama masih sayang kok. Mungkin ini caranya agar aku berpikir dewasa. Mencoba mengerti orang lain. Bukan melulu orang lain yang mengerti aku.

"Hmm.. bener juga sih. Setiap hubungan memiliki fase-fase yang bertahap. Sekarang kamu sedang berada di fase yang sulit. Yah, akhirnya aku mengalah. Kamu benar. Berjuang, Cha. Jalan terus. Aku senang dia bisa mendewasakanmu dengan cinta ini. Dia pasti akan datang."

Aku membuka mataku yang sedari tadi tertutup.Rasanya bahagia banget bisa mengalahkan kata hati egoku itu. Sekarang, aku ga perlu takut kehilangan dia. Break masih jauh di belakangku kok!

You Might Also Like

0 komentar