Kepada Para Blogger yang Tulus, Frank Love You All!

Selain telat datang bulan, hal yang bisa bikin aku sedih adalah telat mengetahui film sebajingak Frank. Begitu banyak tanya di kepala, tapi tanya yang paling bajingak adalah,

“Semesta kok bisa setega ini?”

Ya, menurutku semesta tega karena telat mempertemukan aku dan Frank, yang keluar tahun 2014. Tapi aku baru nonton tahun 2017 njiiiir. Baru beberapa hari yang lalu.

Sengaja pake poster yang ini, biar nggak dikira film animasi
Sumber: SINI
Aku tau film ini dari blognya Mas Don. Lagi-lagi Mas Don menyuguhkan review nyeleneh spesialnya. Film Her juga pernah dia review dengan spesial. Yha pokoknya film-film yang spesial menurut dia, harus ditulis dengan spesial. Review film Her-nya Mas Don sendiri mengilhamiku buat bikin rubrik nge-BF. Dan review film Frank juga mengilhamiku buat.... buat nonton dan nulis review baper kali ini. Ya... nggak spesial sih. Huhu. 

Dan sama kayak Her, Frank adalah film yang nggak mengecewakan. 

Frank punya tokoh utama yang bernama Frank (Michael Fassbender). Tapi filmnya berdasarkan sudut pandang Jon (Domhall Gleeson). Jon adalah pegawai kantoran yang punya mimpi menjadi musisi, lebih tepatnya menjadi penulis lagu terkenal layaknya Kurt Cobain, John Lennon, dan Dodhy Kangen Band. Dia melewati hari-harinya dengan mencari inspirasi untuk lagunya, bersemangat ingin sampai ke rumah untuk menuliskan lirik dan mencari nadanya, dan nge-twit soal impiannya itu diiringi dengan hastag berbau motivasi. 

Sampai akhirnya, doanya yang selalu ia panjatkan di timeline Twitter pun terkabul. Berkat ngaso di pinggir pantai dan menyaksikan orang yang melakukan percobaan bunuh diri, Jon diajak bergabung ke dalam band bernama The.... The Soronpksldhd. 

Salah, bangke! The Seronpnrbd yang bener. 

AARRGH! Maksudnya The Sepong. 

AARRRGH JINGEKS! Yang bener itu... The Soronprfbs.

Ya gitu. Nama bandnya emang aneh.

Nah, yang bunuh diri itu keyboardist-nya band itu. Dan kebetulan Jon bisa main keyboard. Yaudah deh, jadi rezekinya si Jon. Nah, band The Sepong, eh maksudnya band The Soronprfbs dikepalai oleh Frank (Michael Fassbender) yang dikepalai oleh benda kepalsuan. Yha, kepala palsu, terbuat dari paper mache. Tapi kejeniusan Frank dalam bermusik itu orisinil. Sebagai vokalis, leader, dan pencipta lagu di The Soronprfbs, Frank menciptakan musik yang nggak umum, rada nyeleneh, liriknya susah dimengerti. Asliiiiiiik keren banget.

Cara Frank memuaskan penonton.
Sumber: SINI
Musiknya memang aneh sih. Tapi aku suka. Lagu mereka yang judulnya Ginger Crouton, di mana itu pertama kalinya Jon bergabung, bikin aku geleng-geleng kepala sambil ketawa bingung. Kayak gimana ya... Ya gitu deh. Nyeleneh banget njir. Tapi lucuk-lucuk gemash! 

Musik mereka ditambah dengan gestur tubuhnya Frank saat nyanyi, ngingatin aku sama Kuburan Band, band kesukaan Nanda waktu SMP. Yha, di saat aku ngefans sama Lyla, Nanda ngefans sama band yang terkenal dengan lagu Lupa-Lupa Ingat-nya itu. Terutama sama Priya, ujung tombak alias vokalisnya. Sungguh, waktu itu Nanda bikin aku malu punya adek kayak dia. KOK SUKANYA SAMA VOKALIS BEDAKAN PUTIH SEREM GITU?!

Dan saat itu kami berdua gencar melakukan persaingan ketat sebagai Lylaku (sebutan buat fans Lyla) dan Kuncen Kuncin (sebutan buat fans Kuburan Band). Saling membanggakan band favorit masing-masing. Sungguh, rasa persaudaraan kami sangat kuat. 

KUAT RAHANGMU RENGAT.

Yhaaa jadi gitu, nyelenehnya sih yang bikin The Soronprfbs dan Kuburan Band itu mirip. Dua band itu sama-sama nggak takut buat tampil beda. Kuburan Band dengan penampilan mereka, The Soronprfbs dengan musik mereka. 

Frank sedang memimpin rapat paripurna
Sumber: SINI

Semakin lama bergabung, Jon semakin tau bahwa The Soronprfbs bukan cuma nyeleneh di musiknya, tapi juga di personilnya. Ada Frank yang jenius, punya jiwa kepemimpinan, tapi kadang suka emosi sendiri. Kadang bersahabat, kadang dingin. Suka menyendiri juga. Dan ya, paling anehnya itu sih. Pake kepala palsu selama bertahun-tahun. Nggak pernah dilepas. 

Ada Don (Scoot McNairy), sang manajer band yang akrab sama Jon sekaligus nularin rasa kagumnya akan Frank ke Jon. Trus ada Clara (Maggie Gyllenhaal), si cewek galak tapi jadi guardian angel-nya Frank. Ngemong dan ngontrol emosinya Frank gitu. Ada juga Nana (Carla Azar) dan Baraque (Francois Civil), yang karakternya nggak terlalu keliatan kuat tapi kebenciannya sama kehadiran Jon sebagai personil baru terlihat jelas. 

Btw kasihan Jon sih. Dia dianggap remeh sama para personil lain, terutama sama Clara. Padahal Frank nyaman-nyaman aja sama Jon, bahkan di awal bilang kalau Jon itu enak dipandang. Tapi bagi Clara, lelaki favorit Frank itu benar-benar jadi hegemoni yang diremehkan.


Frank: "Pas! Cocok sama saya!"
Sumber: SINI

Selain diremehkan, Jon juga kayak nggak punya hak berkarya dalam band itu. Terlihat dari scene Jon memperdengarkan lagu ciptaannya ke Frank, tapi lagu itu ‘direcokin’ sama Frank dan Clara. Jon kesal, dan dari kekesalannya itu bikin aku mikir kalau sebenarnya dia pengen teriak, 

“Musikku otoritasku!”

Tapi kekaguman Jon dengan The Soronpfbrs nggak pudar. Semakin lama bergabung, Jon semakin ngerasa The Soronprfbs harus lebih dikenal. Jon ingin melejitkan potensi mereka. Jon pengen mereka digaungkan oleh banyak orang. Jon pengen satu semesta tau kehebatan mereka.

Maka, Jon pun diam-diam merekam keseharian mereka selama pembuatan album. Tanpa sepengetahuan Frank dkk. Tanpa minta izin bahkan tanpa melakukan disparitas terlebih dahulu. Dari fajar, senja, hingga purnama, Jon merekam aktivitas mereka, trus di-upload ke Youtube. Jon juga menceritakan detail tentang Frank, tentang The Soronprfbs, dan perasaannya menjadi personil band di blog pribadinya. Dan di Twitter juga tetep. Pokoknya Jon ini anak socmed banget. Jon sungguh bersimulakra di dunia maya dan di dunia nyata. Demi menjadi gaungan media massa yang termarjinalkan. 

Scene di atas sempat ngingetin aku sama (maaf) Raditya Dika, penulis yang lagi gencar-gencarnya ngeluarin film tiap tahun. Beliau suka bikin vlog yang isinya tentang proses syuting film yang sedang digarapnya. Hmm benar-benar. Menurutku proses syuting itu baiknya nggak perlu ditunjukkan secara eksplisit kayak gitu. Entahlah, menurutku jadinya malah nggak bikin penasaran sama filmnya. 

Tapi sama seperti Raditya Dika yang jadinya berhasil mendulang lebih dari 1 juta penonton buat filmnya karena suka nge-vlog, Jon pun berhasil mendapatkan apa yang dia mau karena aksi merekam diam-diamnya itu. The Soronprfbs pun diundang meramaikan festival musik di Amerika. Tapi hal itu bukan jadi kabar gembira bagi Clara, Nana, dan Baraque. Dari situlah aura filmnya yang fun berubah jadi gloomy

Dan ending-nya.... bikin aku nangis prihatin sekaligus terharu. Pengen meluk Frank rasanya, pas ngeliat dia nyanyiin lagu I Love You All! Persahabatan antar personil kerasa banget. Sangat. Btw kalau mau dengerin I Love You All, baiknya dengerin yang versi film. Lebih emosional. Atau seenggaknya nonton dulu filmnya, baru dengerin lagunya itu. Bakal ngerasa apa yang dirasain sama Frank dkk sih menurutku.

Secara keseluruhan, I LOVE FRANK! Filmnya menyenangkan dengan banyak jokes black comedy yang bertebaran. Aku ngakak di beberapa adegan. Yaitu saat Frank menabur abu orang mati, dan saat Jon dan Clara menjadi ‘akrab.’ Bikin Darma yang udah nonton dan suka sama Clara, jadi bilang kalau Clara itu jutek tapi mauan juga. 

Di sebelah Frank itu bukan DJ Butterfly btw.
Sumber: SINI

Frank adalah tipikal film favoritku. Fun tapi sebenarnya kelam. Ada ngomongin soal gangguan jiwa juga. SUKAAA! Trus film besutan Lenny Abrahamson ini menurutku punya aura yang sama kayak Little Miss Sunshine. Dan pas ngeliat Jon, aku kayak ngerasain aura Paul Dano. Aura waktu Paul Dano meranin Hank di Swiss Army Man. Dari kikuknya dia sampe jambangnya ngingatin aku sama pacar Zoe Kazan itu. Atau kayak ngeliat Rupert Grint waktu di music video Lego House-Ed Sheeran, di mana Ed Sheeran sangat amat narsis sekali.

Trus aku ngerasa kalau kata “Dingleberries!” yang ada di novel An Abundance of Katherines punya ‘saudara.’ Dingleberries adalah kata yang biasa diucapkan dua tokoh di novel itu, yaitu Colin dan Hassan, saat salah satu dari mereka ada yang berkata kelewatan. Dan aku nemuin kata yang punya fungsi hampir sama dengan “Dingleberries!” Yaitu “Chincilla!” Kata yang ada di film Frank. Kata yang bisa kita ucapkan pas ada sesuatu yang membuat emosi, ada perlakuan melewati batas wajar. 

Tapi kepuasan yang Frank kasih ke aku melewati batas wajar. Frank bicara akan banyak hal. Sarat akan komedi satir, komedi yang lagi getol-getolnya diomongin Yogaeskrim di grup Whatsapp WIRDY. Frank menyindir tentang industri musik sekarang yang lebih mentingin dapatin ketenaran dan receh daripada dapatin kepuasan hati dan kepuasaan penikmat musik. Frank menyindir tentang sifat ambisius dalam mengejar impian. Ambisius nggak selamanya bagus, karena bisa membutakan kita akan kelemahan kita yang harusnya diperbaiki. Frank juga menyindir penggunaan media sosial. 

Jadi, yang nggak suka film tentang musik, tetap bisa menikmati Frank dengan engas. 

Dan menurutku. Frank juga bisa jadi sindiran untuk para penulis, -okay, aku persempit aja jadi blogger- jadi sindiran untuk para blogger yang menulis karena cuma pengen dapat receh sebanyak-banyaknya. Atau yang menulis karena cuma pengen digandrungi lawan jenis, seperti yang pernah di-twit Yogaeksrim. Atau menulis cuma karena  pengen dianggap wah-pinter-banget, pengen dianggap seleb secara instan, pengen.....

Huufh.

Dan yha, Frank ngebuat aku mikir keras sampe kepala rengat. Lalu menghasilkan kesimpulan, kalau berkarya karena suka ngelakuinnya sama berkarya karena pengen terkenal itu beda sensasinya. Beda banget. Nulis dengan sepenuh hati, nulis apa yang disukai, tanpa mengharap pujian pembaca, itu beda rasanya dengan nulis yang bikin tertuntut buat nulis yang disukai pembaca. 

Sekilas Frank kayak ondel-ondel ya?
Sumber: SINI
Frank seolah ngasih tau, kalau nggak semua orang yang berkarya itu butuh ketenaran. Frank berkarya bukan karena niat terkenal, bukan karena iseng aja juga kayak Awkarin di lagu Bad. Tapi karena cintanya yang besar pada musik. Dia butuh pendengar pun, bukan karena pengen dielu-elukan, tapi karena butuh teman yang bisa memberi masukan. Frank tulus dalam berkarya. Frank hanya butuh hasrat bermusiknya tersalurkan.

Sama kayak blogger yang tulus. Blogger yang tulus memang keliatannya ‘nggak peduli’ apakah tulisannya bisa disukai apa enggak, tapi dia juga butuh pembaca. Karena ya itu tadi. Butuh teman buat ngasih masukan dan kritik untuk berkembang menjadi lebih baik. 

Dengan dunia blog yang semakin hari semakin sepi ini, aku berharap para blogger tulus tetap bertahan. Tetaplah menulis, gengs! Jangan mencederai idealisme blogger sejati! FRANK LOVE YOU ALL!

Dan semoga, Frank love me too. 

You Might Also Like

22 komentar

  1. Saya nggak tahu, saya blogger tulus apa bukan (lha wong tulisannya isinya curhat terselubung semua)

    Cuma pengen nulis aja yang dihati.

    Btw saya baru tahu ada film ini. Rasanya jadi horny buat nonton.

    Astaghfirullah, blog-mu ini pengaruhnya kuat sekali!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurutku Miftah termasuk blogger yang tulus. Ya karena nulis apa yang disuka. Apa yang bikin nyaman. Iya kan ya. Hehehe.

      Kita senasib koks. Aku juga baru tau. Padahal filmnya dah lama. Huahahaha. Dan filmnya walaupun tentang musik, tapi bisa related ke apa aja. Menurutku itu yang bikin film ini keren banget.

      YHA! SALURKAN HORNY-MU ITU! MIF! TONTON FILMNYA SAMPE RENGAT!

      Hapus
  2. Frank seolah ngasih tau, kalau nggak semua orang yang berkarya itu butuh ketenaran. Frank berkarya bukan karena niat terkenal, bukan karena iseng aja juga kayak Awkarin di lagu Bad. Tapi karena cintanya yang besar pada musik. suka ni sama kalimat ini. ngena banget. untuk mas :) , saya juga masih setengah tulus menjadi blogger, :)

    BalasHapus
  3. Ini pos yang mayan dikit diksi mesumnya. Cuma satu kata doang. Sisanya kata-kata puitis bangke hegemoni.

    BalasHapus
  4. Ini termasuk film yang mengubah sudut pandang lo ya? Nanti gue tonton. Well, kayaknya saya harus kaya dulu nih biar bisa nulis bukan karena pengen mendulang receh. Huhuhuhu. Padahal dulu saya pengen jadi penulis karena mengikuti jejak ratu bajak laut JK Rowling. Tapi makin kesini, saya mulai berpikir bahwa jadi kaya itu bukan keharusan, melainkan tentang tujuan. Tapi itu sampai ke tujuan itu, harus belajar untuk terus berkembang. Belajarnya yang tulus, yang bagus, yang rapih.

    BalasHapus
  5. Frank yg ini ada hubungannya gak sih sama Frank Sinatra, cha?

    Tapi bentar. Itu serius nanda suka kuburan band? Wahhh seleranya nanda begitu ya. Kalo gue zaman itu pasti masih jadi st setia, dong.

    Soal filmnya, kayaknya filmnya gak banyak mikir nih, alirnya jalan begitu aja kan, nanti gue tonton deh. Ohoyyy

    BalasHapus
  6. "Mas Don sendiri mengilhamiku".. aku salah baca, aku baca menghamili,,, maap cha.

    aku pernah liat juga traillernya keterangannya mei 2014, kukira ini uda lama banget tayangnya, ternyata baru. maaci reviewnya yah cha, coba entar kalo masuk kantor aku streaming nontonnya. dibikin penasaran gegara reviewmu.. hehehe

    BalasHapus
  7. Parah ih icha sekarang sukanya nyindir2 ih. Wooooo. *bakar samarinda

    BalasHapus
  8. Wah keren banget nih cha tulisannya. Salut, pengamatan kamu dalem banget di postingan ini. Aku jadi ngedadak pengen minjem istilah yang sering dipake anak Twitter:

    Sukaaaaaak!

    Ditambah lagi ada tentang ehemmm Nanda-nya. Banyakin!!

    BalasHapus
  9. Nanda seleranya kok Kuburan Band? :(

    Jahahaha. Yogaeskrim kok gak enak banget, ya. Bedebah kunyuk!

    Jadi, kita mau ramein dunia blog gimana lagi nih, Cha?

    Tunggu Robby UN dulu kali, ya. Gue juga masih belum kepikiran ide-ide buat bikin sesuatu. :(

    BalasHapus
  10. Nanda, kamu nggak sendirian kok. Dulu aku juga menggilai band bernama Kuburan itu. Hahaha.

    Agak gimana sih emang sama vlognya Raditya Dika kalo pas dia lagi bikin film. Apalagi kalo bikin filmnnya terus-terusan secara mapet. Tapi dari vlognya Radit aku belajar film making juga sih Cha. Bisa tau gimana bentuknya industri film yang komersil alias udah gede nggak indie lagi.

    Tersindir banget. Bukan blogger sejati aku Cha. Huhu. Nulis pas mood doang. Seringnya nggak mood. Emang dunia blog sekarang sepi ya Cha?

    BalasHapus
  11. menarik nih... melihat ekspresi tulisan lo, kayaknya film ini emang bikin nyesel banget ya kalau terlambat untuk diketahui. Ini lebih ngarah ke komedi-komedi yang dikasih bumbu suram gitu ya, ya nggak sih?

    BalasHapus
  12. Ah, kesal. Kenapa ada yang ngakuin dirinya fans Kuburan Band deh. Diem-diem aja aturan. Kalo Kangen Band ngaku-ngaku fansnya, baru tuh nggak apa. :))

    Sang penggagas udah ngajakin ngeramein blog lagi aja. Otak masih rame sama ujian-ujian. Bahaha.

    BalasHapus
  13. aku liat gambarnya kok awkward ya? itu Frank muka boneka atau begimana? .-.
    dari The The Soronprfbs ke The Sepong jauh banget ampyuuuun teteh... ini pikiranku kan jadi kemana-mana kalo band-nya beneran namanya The Sepong :'D
    btw penutupnya bikin ku baper. teh icha juaraaaaa!!!

    BalasHapus
  14. Iya, mbak, iya, aku nulis lagi iya.. *gak kuat nahan haru pas endingnya*

    Sungguh menampar blog aku yang jarang ada isinya lagi... satir abis.

    BalasHapus
  15. Kepala palsunya Frank keliatan mirip sama astro boy ya? ini juga sekaligus ngingetin aku sama Band metal SlipKnot. mereka pake semacam topeng yang sangat menyeramkan, mereka hampir tidak pernah menunjukan wajah asli mereka loh, kalau si Frank ini kan kepala palsunya nggak nyeremin, justru ucul.

    Endingnya membuatku tertohok.
    loh kok aku yang tertohok ya?

    aku juga ngerasa kehilangan mereka. mereka udah disibukan sama hal lain, sampai-sampai tidak mempedulikan pembaca setia blognya dulu yang sangat merindukan tulisannya.

    hiks hiks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Merasakan hal yang sama kayak puti, mereka udah disibukkan dengan hal lain hiks

      Hapus
  16. Chaaaa...kenapa sekarang jarang dibalesin yang komen? Hiks hiks
    Hmmm klo di postingan ini tetiba pengen bilang iyakkk banget, seidealisnya kita blogger yang katanya nulis sesuka hati, toh teteup kita itu butuh juga tulisan kita dibaca....kadang aku gitu sih ketika ga ada yang baca (padahal blom tentu juga kan, bisa jadi yang baca silent reader...wkwkwk, terus aku ngehibur diri...ah ga mau tetep nulis walau ga ada yang baca itu sebenere preeet banget, cuma sebatas di bibir--
    Dalam hatiku yang paling dalem tentu aku akan sangat seneng jika blogku ramai hahahhahah)
    Frank ini kayak model2 kartun gotiknya tim burton deh...
    Hmmm iya sik kalo musik sekarang contohnya yang barat tu kebanyakan dinodai (((buset bahasanya dinodai))) ama gimmick settingan murahan hahhaah #rip

    BalasHapus
  17. thank you for the information you give hopefully in the future could be great again

    Judi Poker Online
    Poker
    Agen Poker
    Agen Poker Online

    BalasHapus