Remember Me, Coco

"Tumbennya mau nonton film animasi. Habis makan apa?"

Aku mengumpat sekenanya begitu dapat respon dari Dina itu via Whatsapp, atas ceritaku berupa Din-aku-mau-nonton-Coco

Satria bergitar
Ya, sekenanya. Selain karena aku masih di kantor (kalau di rumah udah pasti aku langsung kirim voice note isinya umpatan disertai ngakak-ngakak kesal), aku juga ngerasa harus ikhlas kalau dikasih respon cukup bajingak itu. Sebenarnya wajar kalau Dina heran sama aku yang tiba-tiba pengen nonton film animasi. Direkomendasiin film animasi sama dia, yang tinggal download atau streaming aja aku ogah. 

LAH INI MALAH MAU NONTON DI BIOSKOP. NONTON SENDIRIAN PULA.

Dina, dan beberapa teman dekatku lainnya udah hapal kalau aku nggak terlalu suka film-film animasi. Film fantasi dan kolosal juga nggak suka. Pokoknya yang berbau 'dunia khayalan' itu entah kenapa bikin aku nggak tertarik buat menjamahnya. Termasuk Harry Potter (film series) yang banyak penggemarnya itu. Aku ngerasa nggak mencintai film apa adanya, karena masih pilih-pilih. Huhuhuhu. 

Tapi aku cukup 'kenal' film-film animasi brojolan Pixar. Aku pernah menjamah film-film Pixar, tapi bukan murni karena kemauanku. Pernah nonton Inside Out karena nggak sengaja pas lagi nangkringin HBO. Pernah nonton Wall-E, itupun karena dipaksa sama mantan

Udah itu doang. Film Up-nya yang melegenda itu aku belum pernah nonton. Sampe bikin kaget Mr. gRey alias Reyhan Ismail.



Tapi sore kemarin, aku mutusin buat nonton Coco karena kemauanku sendiri. Sebenarnya penasarannya udah dari waktu Ansel Elgort memuja-muji film ini lewatnya twitnya. Terus aku urungkan. Habis itu mulai bangkit lagi pas baca review-nya Cinetariz. Sempat nggak nulis dalam waktu yang cukup lama, eh pas muncul, nulis Coco. Habis itu ngilang lagi. Seolah-olah kayak demi Coco, nyempetin buat nulis lagi.

Eh habis itu loyo lagi semangat mau nontonnya.

Sampai akhirnya aku baca review-nya Mbak Niken soal Coco, terus terpaku di bagian,

"Saya sebenarnya nggak pernah terlalu suka sama film-film animasi (hal ini lumayan aneh sih mengingat kerjaan saya berhubungan dengan dunia kreatif dan saya juga suka sesuatu yang colorful)."

Kalau kata Mz Don, itu sih "Aq af."

Bajingaks. Ternyata aku nggak sendirian yang nggak terlalu suka film-film animasi. Ternyata ada juga cewek menggemaskan selain aku yang nggak suka film semenggemaskan film animasi. Kirain cuma aku doang.

Oke, silakan muntah....

Review-nya pun menjelaskan kalau Mbak Niken suka banget sama Coco.

Anjir. Anjir. Anjir.

Itu udah kayak perintah buatku. Perintah kalau aku harus segera nonton Coco.

Besoknya, yaitu sore kemarin, aku nonton Coco. Film yang disutradarai Lee Unkrich itu resmi jadi film animasi pertama yang aku tonton di bioskop. 

Seperti biasa, aku datangnya sengaja mepet sama jam tayang. Filmnya tayang pukul 19.15, dan nyampe di Cinema XXI Samarinda Square pukul 19.05. Masih ada waktu buat leha-leha di dalam teater, tapi nggak ada seat F kosong yang tersisa buatku. Anjir, itu seat favorit sepanjang hayat. Akhirnya aku milih seat G, paling pojok. Sambil berdoa semoga aku nggak sebelahan sama orang pacaran. 

Begitu masuk dan beberapa saat kemudian filmnya mulai, penonton nggak langsung dipertemukan dengan Coco. Tapi dengan film pendek berjudul Olaf's Adventure yang isinya sekumpulan karakter dari film Frozen. Filmnya cukup bagus, tapi sempat bikin aku bingung karena aku nggak ngikutin Frozen. Ada momen di mana aku nyaris ketiduran, terus nepokin pipiku sambil memaklumi diriku sendiri. 

Nggak papa, Cha. Nggak papa hampir ketiduran. Kamu cuma lelah bukannya bosan. Kan nontonnya ini di jam pulang kerja.

Ada juga momen di mana penonton di sebelahku ngakak. Penonton berwujud seonggok mas-mas. Biar diterima pergaulan teater bioskop, aku ngikut ngakak kayak dia dan kayak penonton lainnya.

Padahal aku nggak tau apa yang lucu. 

HUAAAAAAA. INI AKU MEMANG BUTA SAMA FILM ANIMASI APA YA....

Untungnya setelah sekitar dua puluh menitan, akhirnya aku bisa nyaksiin Coco

Bercerita tentang Miguel Rivera (Antonio Gonzalez), bocah umur 12 tahun yang mencintai musik melebihi cintanya dirinya sendiri. Atau bisa dibilang melebihi cintanya pada keluarganya sendiri. Dia ngerasa lahir di keluarga yang salah, keluarga yang benci mati-matian sama musik.
Miguel yang fetish pada gitar.
Kebencian itu diwariskan turun temurun oleh Mama Imelda (Alanna Ubach), nenek leluhur Miguel yang udah meninggal. Mama Imelda punya trauma yang mendalam sama musik karena ditelantarkan suaminya. Sang suami, kakek leluhur Miguel, sang musisi, lebih memilih musik daripada keluarga. Karena insiden itu, keluarga Rivera mengharamkan turunannya menjadi musisi, layaknya ulama yang mengharamkan mendengarkan musik karena bisa membuat umat Islam jadi lalai beribadah.

Miguel menjalani hari-harinya dengan bermain musik secara backstreet dan menjadi bagian dari keluarganya, yaitu keluarga pembuat sepatu dengan tenang, meskipun dalam hatinya menjerit, "Ini bukan jalan gue." Walaupun begitu, Miguel menyayangi keluarganya, terutama menyayangi nenek buyutnya yaitu Mama Coco (Ana Ofelia Miguea). Miguel menjadikan Mama Coco sebagai teman bermain maupun teman curhat.
"Nek,  main yok."
Oh iya, di momen Miguel bareng Mama Coco, aku jadi ngebayangin Robby Haryanto sama Mamanya. Kalau yang dari aku baca di blognya, Robby ini suka curhat sama Mamanya. Tapi kayaknya Mamanya Robby masih belum tau, kalau anaknya itu suka gonta ganti pacar setiap pergantian tahun ajaran baru.

Balik lagi ke Miguel, si anak lugu.

Dia de los Muertos alias Hari Kematian ala Meksiko jadi hari yang menimbulkan reflek kejutan bagi Miguel. Miguel dapat fakta kalau Ernesto de la Cruz (Benjamin Bratt)  adalah kakek leluhurnya sendiri. Ernesto de la Cruz adalah musisi idolanya, sekaligus junjungan para penduduk Santa Cecilia, kota di mana Miguel tinggal. Terus Miguel terdampar di Land of The Dead, dunia di mana orang mati bersemayam.

Di sana dia ketemu anggota keluarganya (dalam wujud tengkorak semua) yang selama ini cuma bisa dia temui di foto. Sampai akhirnya dia memutuskan mencari keberadaan Ernesto de la Cruz dengan bantuan Hector (Gael Garcia Bernall), seonggok tengkorak yang berpenampilan layaknya tunawisma.

Btw, tadi pas gugling, ternyata Benjamin Bratt itu pernah main di Miss Congeniality, jadi agen FBI ganteng. Pantasan kayak pernah liat di mana gitu pas gugling fotonya. Aaaaaaak!

Seterusnya, aku ingin berkata...

COCO BAGUS BANGET, BAJINGAAAAAAAAAAAK.

Bukan, bukan karena aku pedofil jadinya aku engas nonton Coco di mana ada penampakan anak umur 12 tahun. Bukan juga karena aku necrophilia di mana libidoku mendadak naik melihat tengkorak bergelimpangan.

Bukan.

Aku anggap Coco bagus karena Coco punya hal-hal yang patut dibilang bagus. Aku udah kayak Miguel, dibuat terkagum-kagum sama Land of The Dead. Penuh warna-warni memanjakan mata. Ada momen di mana aku kayak lagi nonton sinetron laga Indosiar tapi versi bagus bangetnya. Terus pergi menuju ke sananya aja butuh menyeberang jembatan bunga. Seandainya aja jembatan shiratal mustaqim seindah itu huhuhuhu. Dunia mati indah banget, anjir. Jadi nggak takut mati deh.

Tapi nggak pengen mati muda juga sih.

Gen Rivera.
Aku ngerasa super duper gemas sama Miguel. Dia lucu secara alamiah. Suaranya pas lagi ngomong apalagi pas lagi nyanyi itu uuuuuuuuuuuh cubit-able. Hasrat pengen punya adek cowok pun semakin membuncah karena ngeliat kelakuan Miguel itu. Dan yeaaah, nggak bisa dipungkiri aku memang selalu jatuh kagum sama cowok yang passionate di bidang yang dia sukain.

Alur ceritanya juga bikin gemas sih. Ada kejutan yang aku dapat, bikin aku ngalamin momen "WAH NGGAK NYANGKA BANGSAT BANGET ." 

Ternyata film animasi juga bisa dibangsat-bangsatin.

Aku ngerasa benar-benar nggak bisa nggak ekspresif (baca: malu-maluin) pas nonton. Aku nggak bisa jadi penonton yang kalem. Pertengahan filmnya, aku udah mulai nangis. Airmata yang awalnya sekedar ngalir, lama kelamaan bikin aku sesenggukan. Aku berusaha nangis secara backstreet dari mas-mas di sebelah dengan cara gigitin bibir, kadang juga nutupin muka. Ngerasa kayak orang yang bersembunyi dari kejaran psikopat.

TAPI TETAP AJA JEBOOOOOOL. MENUJU ENDING, MATAKU RASANYA MAKIN PANAS.

BAHUKU BERGUNCANG UDAH KAYAK MESIN CUCI YANG LAGI DIPAKE.

ISAK TANGISKU RUSUH UDAH KAYAK NANGISIN ORANG MENINGGAL.

AKU UDAH NGGAK PEDULI LAGI SAMA MAS-MAS DI SEBELAH. NGGAK PEDULI HUAAAAA.

Tapi aku ngerasa itu nggak papa sih. Daripada ditahan-tahan nangisnya kayak Reyhan. Dia pas nonton Coco, nahan-nahan tangis soalnya duduk sebelahan sama anak kecil. Dia harus menjaga wibawanya di depan dua anak di bawah umur itu. Mhuahahaha.

Berikut penampakannya,

Tampak seperti bapak beranak dua
yang berpotensi direbut pelakor

APAPUN YANG DITAHAN-TAHAN ITU TIDAK ENA, JENDRAAAAAL!

Selain ceritanya yang emang ngebantai pelupuk mata, lagu-lagu yang jadi original soundtrack-nya juga bangke sih. Kalau denger yang judulnya Remember Me, aku masih aja tenangis. Remember Me versi Hector memancarkan aura kebapakan yang kuat. Airmataku mengalir lembut. Sedangkan Remember Me versi Miguel dan Mama Coco, bikin aku nangis terengah-engah. Emosinya Miguel nyampe banget ke pendengar. Terus pas Mama Coco mulai nyanyi....

AAAAAAAAAAAAAAAK INI SIAPA YANG GELETAKIN BAWANG DI SINIIIII HAAAAAH???!!

Lagu-lagu di Coco bukan sekedar lagu. Ajaib, anjir. Emosional. Coco juga bukan sekedar soal passion, impian, atau cita-cita. Di banyak film, kita sering liat kalau impian di atas segalanya. Kita seolah dimotivasi untuk mengejar mimpi apapun halangannya, walaupun impian itu terbentur restu keluarga. Tapi di Coco, keluarga jadi yang nomor satu. 

Menurutku Coco ngasih tau betapa pentingnya mengingat keluarga dan diingat keluarga. Walaupun kita dan keluarga udah dipisahkan dengan kematian, keluarga kita wafat, bukan berarti keluarga kita udah nggak butuh kita lagi. Kita masih harus peduliin mereka. 

Hari Kematian di Meksiko adalah bentuk kalau keluarga yang meninggal masih 'dianggap' keluarga. Mereka di alam sana masih butuh asupan dari kita yang masih hidup. Begitu juga dengan ritual bakar uang kertas dalam ajaran agama tradisional China, yang tujuannya agar arwah di alam sana nggak ngerasa kekurangan. Ngehadiahin Al-Fatihah ke orang yang meninggal bagi umat Muslim, juga termasuk bentuk peduli terhadap keluarga yang wafat. 

Ya ampun, ngetik yang terakhir bikin aku jadi merinding haru. 

Sumpah itu bukan pencitraan, btw.

Kelar nonton dan keluar bioskop (setelah membiarkan mas-mas di sebelahku angkat kaki pergi duluan), aku ngerasa puas. Puas ketawa, puas terkagum-kagum, puas nangis. Coco adalah film yang nggak bisa dilupakan begitu aja. Coco bikin aku ngomong sendiri sambil berharap. Ngomong,

"Remember me, Coco. Ingatlah aku sebagai penonton amatiranmu. Aku baru pertama kali nonton film animasi di bioskop, terus dibuat jatuh cinta sama film sebagus kamu. Kayaknya aku harus cari alasan kuat deh kenapa aku bisa nggak suka nonton film animasi.

Tapi kalau misalnya nanti aku nggak nonton film animasi lagi, jangan pernah lupain aku, ya."

You Might Also Like

19 komentar

  1. Gak punya tv di rumah apa Kak Icha??? Pixar kan sering ditayangin tuh di RCTI. Masa kecil gua aja penuh sama film animasi kayak Toy Story, Monster Inc., Cars, trus The Incredibles.. sampe sekarang masih sering nontonin dan malah makin gokil ceritanya ada Inside Out, perasaan ternyata punya perasaan. Hehehe.

    Apa jangan-jangan sedari kecil lu udah nonton ..... ????

    Wah, tumben, nih gara-gara film Coco konten liurnya sedikit. Mungkin gara-gara ini film animasi kali, ya, takut banyak yang baca dedek gemez. Shiratal mustaqim sama surah Al-Fatihah mantap juga.

    Wah, iya, tuh momen yang kayak film laga Indosiar gua ngerti tuh, pasti gara-gara singa kucing apa macan itu yang bisa terbang. Hahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. FAUZY BANGSAAAAAAAAAAT AKU NGAKAAAAAAAK WKAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKA. Punya sih punya, tapi kayaknya aku nggak peka deh kalau film yang ditayangin di RCTI itu ternyata adalah film animasi brojolan Pixar. Sekelebat aku ingat potongan adegan Cars sama Toy Story. Wkakaka. Tapi nggak pernah aku tonton sampe habis. Tontonanku waktu SD dulu kayaknya MTV Ampuh dah :(

      ((KONTEN LIUR))

      Iya nih. Aku takut menistakan film animasi terlalu banyak. Nah yang konten religius itu hasil diskusi sama temen kantor. Wkakakakaka.

      Tepat sekali! Liat si Mama Imelda naik-naik naga si penuntun arwah, bikin aku jadi keingat naga Indosiar. Bedanya ini naganya unyu banget. Colorful~

      Hapus
  2. DASAR ICHA POCO LOCO!!!
    Itu fotoku bisa diedit dulu gak sih, sebelum dimasukin ke sini. Mukanya tolong diputihin dikit, Mr. gRey kan orangnya perfeksionis Cha!

    Dsini aku baru tau info yg paling penting. Bahwan trnyata Robi orangnya playboy! Untung aku gk kemakan sama gombalan dia. Itukan gaya kamu Rob!

    Klo mau dibilang Miguel lebih milih keluarga sih nggak juga, dari sekian banyak review tentang Coco yg saya baca, beberapa mengeluarkan pendapat seperti itu, tpi abis nonton sndiri, aku malah ngeliat Miguel ttap mempertahankan keduanya, baik itu musik dan keluarga. Awal2 baca sinopsisnya sih cukup provokatif. Banyak pertanyaan yg bikin aku pengen tau jawaban nya. Kyak "kenapa keluarga Miguel benci musik? Apakah mereka beragama Islam? Blablabla" "Kenapa Miguel akhirnya mementingkan keluarga" dll.

    Tapi pada akhirnya...
    Aduh takut spoiler nih jadinya. Ya udah deh, pastikan yg baca tulisan ini udah nonton Coco dlu, baru komen ini dilanjutin.

    Eh, bdw, celah buat masukin istilah2 Ichastasya itu tetep ada ya. Kirain kadarnya bakal ilang 😂

    Oiya, buat yg baru nonton film ini, pastikan cari tempat duduk yg gk ada orang disebelahnya, jangan bawa pacar (klo kamu cowok) dan yg terakhir jangan malu2in! Contohnya nanya ke penonton lain "Ini kok yg main Frozen ya, mas, mas ini aku gak salah masuk studio kan?"

    POKOKNYA GAK BOLEH!

    BalasHapus
    Balasan
    1. ((ICHA POCO LOCO))

      Sebuah gelar kehormatan yang ciamik. Gracias, Mr. gRey!

      Wkakakakakakakka. Nggak sempat, Rey. Tapi nggak papa kan ya walaupun fotonya rada kelam. Aura suami idamannya tetap bermuncratan dengan kuat koks. Tetap bikin para pelakor ngiler.

      ((INFO YANG SANGAT PENTING))

      Sebarkan info tersebut. Jangan sampe putus di kamu. Jangan biarkan korban Robby lebih banyak lagi yang berjatuhan.

      Nah iya juga sih. Miguel mempertahankan keduanya. Nggak kayak Mia dan Sebastian di La La Land yang mempertahankan impian mereka masing-masing dengan mengorbankan cinta mereka. Mia dan Sebastian nggak dapatin keduanya, cinta dan impian. Kalau menurutku lagi, sebenarnya Miguel udah ikhlas kalau misalnya dia nggak bisa main musik lagi, karena akhirnya dia nggak 'seegois' di awal. Akibat dia liat kenyataan kalau ternyata keluarganya ternyata begini ternyata begitu. Aaaak iya nih kalau dilanjutin komennya, bisa-bisa jadi spoiler dah. Hahaha.

      Huahahaha. Tetap disempilin untuk mempertahankan citra blog bajingak ini. Walaupun cuma sedikit aja sik :D

      SEBWA TIPS YANG SANGAT MEMUKAU!

      Btw itu pertanyaan yang soal agamanya apa... sumpah masih bikin ngakak anjir. Itu kayaknya cuma ada di benaknya si adik gendut jelmaan keluarga Miguel yang duduk di sebelah Rey dah. Adik kecil yang terpapar isu agama :(

      Hapus
  3. Duhh, knapa kaicha bikin ku ngiler buat nonton ini sih? Plisdeh, udh prtngahan bulan des alias tanggal tuaaaaakkk. Januari psti udh turun layar. Huh. Trpaksa nunggu bjakan dah ntar :'(

    Aku ini pcinta film animasi garis keras, biarpun rata2 film animasi alurnya gmpang ktbak tp herannya aku ttep suka2 aja gtu. Wkwk. Gak jrang sih alur crta di film animasi yg bkin mewek, kyak Inside Out dan how to train your dragon yg klo kutonton ulang msh bsa bikin mewek. :''') emg dasar baperan aja kali yeee..

    Btw, ini crtnya hmpir sama kyak Book of life deh. Film animasi jg. Mgkin krna sama2 mngangkat budaya meksiko yaitu hari org mati kali ya?. Trs tntang musik jg, dia impiannya ingin jd musisi smntara garis kturunan kluarganya matador smua. Coba deh, mgkin kaicha hrs nonton the book of life jg nih. Hihiii.

    Smga nnti kaicha jd makin dmen film animasi, dan nulis reviewnya terus. Aaminn :D Hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huahahahahahahahaha iya juga sih, Lu. Udah tanggal belasan ya. Iya deh tunggu bajakannya aja, walaupun sebenarnya ini filmnya sayang bet kalau nggak ditonton di layar gede bioskop. Huehehehehe.

      Pecinta film animasi garis keras. BIMBING AKU, SUHU!

      Kalau Coco ini menurutku aluranya nggak gampang ketebak. Ada twistnya yang cukup bajingak gitu. Makanya aku suka hehehehe. Inside Out memang sedih ya, Lu. Kalau nggak salah Yoga pernah cerita kalau dia nonton Inside Out lebih dari sekali tetap aja ngerasa sedih.

      Nah iya, aku juga baca di beberapa review, pada bilang kalau ini sama kayak The Book of Life. Oke sip. Ini aku jadi banyak dapat asupan rekomendasi film animasi, anjir. Direkomendasiin Up, Frozen, ini lagi The Book of Life. Hahahahak.

      Huahahaha doamu, Lu. Aminin aja deh :D

      Hapus
  4. Wah bener kata lulu, review dari ka icha jadi bikin pengen nonton film coco ini. Mungkin harus nunggu bajakannya keluar dulu sampe sebuah-dongeng.xxx.xxx selesai bikin subtitelnya.

    Belum bisa ngasih jawaban film ini beraroma bawang atau engga, oke deh mungkin saya mau nonton dulu baru komen lagi disini.

    Jejak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya si Lulu jadi pengen nonton Coco katanya. Ohohoho oke. Selamat menunggu ya, Sep :D

      ((BERAROMA BAWANG))

      Hapus
  5. Tenang, cha. Aku pun dulu nggak terlalu suka film animasi. Heuheu. Baru dua tahun terakhir mulai nonton film-film Disney-Pixar. Btw Coco ini memang semacam versi lebih bagus dari The Book of Life (isu yang diangkat sama). Sejauh ini Coco jadi favorit setelah Up, Inside Out, Zootopia, dan Toy Story trilogy. Ntap!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahahahaha. Ternyata Kang Rido juga baru menekuni dunia film aminasi. Aku nggak ngerasa sendirian deh. Eh tapi udah dua tahun terakhir ini sih. Udah nggak seumur jagung lagi.

      Nah satu orang lagi yang bilang Coco mirip sama The Book of Life. Jadi menurut Kang Rido, apakah aku harus nonton The Book of Life?

      Ntap memang Coco! Un poco loco!

      Hapus
  6. saya belom nonton ini film, tpi kalo kayak book of life kayaknya ngerti deh jalan ceritanya. nunggu bajakannya aja kayaknya ini. (gak patut dicontoh!)

    btw, kalo segitu mudahnya keluar air mata karena ada tergeletak bawnag, kayaknya kita gak boleh ketemu deh, Cha. saya anak bawang soalnya. orang yg diremehin, gak dianggap. palingan cuma bakal bikin kamu nangis aja entar.

    tonton aja dgn sabar, Cha, film2 animasi diney pixar. bagus2 kok. palagi kamu pernah engas ama animasi sejenis sausage party..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iya, Haw. Pada bilang kalau Coco mirip sama The Book of Life. Wkakaka. Nggak sekalian nanya "Tempat jual DVD juga udah kagak ada. adanya yg bajakan, gimana ini kalo mau nonton?" juga, Haw????!!!

      ((ANAK BAWANG))

      Yha nggak gitu juga, Haw tengik. Kita masih bisa boleh kopdar kok. Aku juga masih penasaran sebenarnya kamu ini mesum apa enggak. Apakah anggapan mesum terselubung yang aku cetuskan untukmu, itu cuma negative thinking-ku aja atau memang benar.

      Okesip, Haw. Ini juga aku lagi dicekokin film-film Disney Pixar sama Rey. Tapi heeeeeeh! Aku nggak engas sama Sausage Party, anjir. Ngerasa aneh nontonnya :(

      Hapus
  7. Jadi si Olaf nya itu boring ya? Denger-denger malah katanya sampai mau dihapus karena banyak yang gak suka, hahaha. Eh, tapi aku belum nonton sih, padahal penasaran juga sama Coco :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagiku sih boring. Tapi ada juga yang enjoy sama si Olaf. Tergantung selera juga kali, ya :D

      Wah gitu yak. Wkakakakaka. Dihapus juga menurutku nggak papa sih, buat memangkas durasi filmnnya jadinya nggak sampe dua jam lebih gitu.

      Coba aja ditonton. Filmnya paket lengkap itu, Kak Indi :D

      Hapus
  8. Cha, kayaknya di judul atau di mana gitu harus dikasih tahu deh isinya ada spoilernya atau nggak. Gila ini masih banyak yang diputer di bioskop tapiudah banyak reviewnya. Nonton mulu nih anak kagak pernah ngaji! *geleng2 dewasa sambil nonton film dewasa*

    Anyway, Coco bagus banget sumpah emang. Yuhuuu! \(w)/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh iya ya? Wkakaka boleh deh. Ntar kalau review film baru, aku sempilin tulisan spoiler. Makasih, Kakak Adi.

      Maklum, pengen terlihat sibuk menikmati dunia jadinya nonton mulu. Mhuahahahaha yuhuuu~

      Yuhuuuu setuju banget akuh yuhuuuuu! (anjir ini yuhu mulu daritadi dah)

      Hapus
  9. Wkakakakakaka. Aku pikir kamu nggak komen lagi di tulisan ini, May. Soalnya udah kasih klarifikasi di chat WA. Taunya komen. Panjang pula. Anjir anjir anjir anjir memang cucok kalau Mayang udah muncratin komentar.

    Segala digugling pula si anjir. Okelah, selamat meresapi istilah itu ya, barengans sama istilah cupang yang kamu dapatin dari blognya Yoga Akbar kemarinan ya, May. Hahahahahahak.

    Btw film Nymphomaniac udah nonton kah, May?

    Nah iya. Setelah mengonsumsi Coco, Inside Out, dan Wall-E, aku jadi berpikiran kayak gini juga. Memang ya Pixar ini nackal, nackal, nackal, nackal.

    Huahahahahhaha. Oh iya kamu pernah bilang di blog kalau kamu pecinta kolosal. Kalau nggak salah gitu dah. Yuhuuu iya tetap satu jiwa. Masih ada kesamaan kita. Wkakakaka.

    Siaaaaaap! Wah jadi inget kalau aku nggak ada nge-BF bulan ini. Boleh juga kali, ya. Kalau dijadiin rubrik baru di blog imutku (blog mesum kayak yang Yogaesce bangsat bilang) ini. Oke. Idenya masukin ke pala, dulu...

    BalasHapus
  10. I love this song in Coco.
    check out the best
    Inversion Table

    BalasHapus